"MUI nggak jadi membuat fatwa itu, karena fatwa itu nggak proporsional. Domain MUI itu fiqih, sedangkan BBM bersubsidi itu kebijakan yang menjadi domain pemerintah," katanya di Surabaya, Senin.
Ia mengemukakan hal itu di sela-sela Rembuk Kebangsaan bertajuk "Membedah Paham Radikal dan Memahami Nilai-Nilai Luhur Pancasila" dalam rangka Rapimwil dan Pelantikan Pengurus Ormas Nasional Demokrat (Nasdem) se-Jawa Timur.
Menurut mantan Ketua Umum PBNU itu, domain MUI adalah menghukumi sah-tidaknya jual beli BBM. "Kalau secara legal formal sudah terpenuhi, atau kalau yang menjual dan membeli, maka hal itu sah," katanya.
Untuk BBM bersubsidi, katanya, merupakan kebijakan yang menjadi domain pemerintah, karena itu untung atau rugi dari kebijakan itu menjadi kewenangan pemerintah untuk mengkaji dan bukan lagi harus digeser ke MUI.
"Itu (evaluasi) harus dilakukan pemerintah, termasuk soal orang kaya mengambil hak orang miskin itu merupakan bagian dari `policy`, karena itu bukan proporsi MUI," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin yang juga menjadi pembicara rembuk kebangsaan itu menegaskan bahwa kontroversi fatwa MUI itu harus diakhiri.
"Saya harap kontroversi ini segera selesai, karena keputusan ataupun fatwa haram dari MUI tentang orang kaya yang membeli BBM bersubsidi itu memang tidak ada," ujarnya.
Menurut dia, persoalan itu bukan keputusan MUI, tapi pendapat pribadi dari salah seorang ulama, sedangkan di tubuh MUI sendiri belum ada pembahasan tentang persoalan itu, meski mencuat di sela-sela Musyawarah Nasional tentang Pemuliaan Energi dan Sumber Daya Alam.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011
maaf seribu maaf saya mau kritik MUI...
untuk MUI dalam mengambil keputusan fatwa harus dengan cermat, MUI harus mengkaji dengan baik dan tidak asal-asalan... MUI membawa nama Islam..jangan membuat umat Islam malu dengan dengan tindakan anda.. trims