Jakarta (ANTARA News) - Syarif Rukmana, tersangka pembobolan restitusi pajak akan mencabut keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang mencatut keterlibatan pimpinannya di Kanwil Bea Cukai Bandung. "Keterangan Syarif kepada penyidik akan dicabut karena isinya tidak benar, namun waktu pencabutannya masih akan menunggu pemeriksaan berikutnya," kata penasehat hukum Syarif Rukmana, Mustahdi, di Mapolda Metro Jaya, Senin. Selain menjadi penasehat hukum Syarif, Mustahdi juga menjadi penasehat hukum Bayu Laksono pimpinan Bea Cukai Bandung yang juga atasan Syarif. Syarif Rukmana dan Bayu Laksono kini mendekam di Rutan Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus pembobolan restitusi pajak ekspor pada tahun 2005 sebesar Rp25 miliar. Menurut Mustahdi, tersangka Syarif saat diperiksa dulu terpaksa menyebut nama Bayu Laksono karena dia merasa stres dan kesepian selama di Rutan Polda Metro Jaya. "Namun setelah kami mendapat keterangan dari Syarif dan mengetahui permasalahan yang sebenarnya, Syarif berniat mencabut keterangan dalam BAP yang memberatkan Bayu Laksono, atasannya di kantor Bea Cukai Bandung," kata Mustahdi. Mustahdi menambahkan Bayu Laksono dalam kasus itu sebenarnya tidak terlibat sama sekali dalam kasus pembobolan restitusi pajak karena ia tidak mengetahui sama sekali proses keluarnya dokumen yang menyebabkan restitusi pajak keluar. "Nama Bayu Laksono memang ada di dalam setiap dokumen yang keluar dari kantor Bea Cukai Bandung, tetapi nama itu muncul secara otomatis karena nama itu masuk dalam program komputer," katanya. Lagi pula, menurut Mustahdi, dalam dokumen yang keluar Bayu Laksono tidak membubuhkan tanda tangan atau pun paraf. Dengan begitu Bayu Laksono pun sama sekali tidak tahu kalau dokumen itu dipalsukan. Untuk itu Mustahdi sebagai penasehat hukumnya akan mengajukan programmer jaringan komputer yang ada di kantor Bea Cukai sebagai saksi yang meringankan Bayu Laksono. "Saksi yang membuat program komputer itu akan dihadapkan kepada penyidik untuk dibuatkan BAP yang menyebutkan bahwa nama Bayu Laksono tercetak otomatis setiap dokumen itu keluar," katanya. Untuk membobol uang negara itu, para tersangka membuat dokumen ekspor fiktif yang seolah-olah telah terjadi ekspor lewat Pelabuhan Tanjung Priok. Dengan bantuan oknum pegawai pajak, dana restitusi ini bisa keluar. Selama Juli 2005 hingga Oktober 2005 saja, para tersangka berhasil membobol uang negara Rp25 miliar dan jumlah ini bisa mencapai triliunan rupiah karena mereka sudah beraksi sejak 10 tahun lalu.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006