Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberi isyarat akan menyetujui tambahan subsidi listrik bagi PT. PLN, asalkan pelanggan berdaya rendah tidak mengalami kenaikan tarif dasar listrik (TDL).
Anggota Komisi VII DPR, Ramson Siagian di sela rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan tim teknis TDL dan PLN di Jakarta, Senin mengatakan, subsidi itu bisa direalisasikan dalam anggaran biaya tambahan (ABT) APBN 2006 yang pembahasannya dilakukan sekitar Juli-Agustus 2006.
"Kita bisa perjuangkan adanya tambahan subsidi di ABT 2006 asalkan pelanggan kecil yakni mereka yang berdaya di bawah 900 VA tidak mengalami kenaikan," katanya.
Menurut Ramson, saat ini biaya pokok produksi yang disampaikan PLN belum jelas.
"PLN tidak merinci angka-angka yang menyangkut klasifikasi tarif yang mencapai 37 jenis. Karena itu kita minta PLN segera memberikan rincian secara jelas," katanya.
Di sela-sela raker tim teknis TDL dengan PT. PLN sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Anti Manipulasi (Geram BUMN) melakukan aksi demontrasi di dalam gedung DPR.
Mereka menuntut pemeritnah agar tidak menaikkan TDL sebelum diberantasnya korupsi di PLN. Pemerintah juga diminta melakukan audit biaya pokok produksi hingga dapat terlihat jelas, apakah angka TDL yang diajukan PLN adalah angka yang real atau hanya rekayasa.
Geram BUMN berpendapat penolakan kenaikan TDL karena akan menimbulkan dampak yang menyakitkan bagi rakyat. Dalam aksi tersebut para demonstrans sempat memecah kaca depan di dalam gedung DPR karena mereka dihalang-halangi untuk masuk dalam ruangan.
Selain itu mereka juga membawa salah empat korban Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang menjahit mulutnya. Keempat korban SUTET tersebut dibaringkan di dalam gedung dengan ditunggui anggota keluarga masing-masing.
Keempat korban SUTET tersebut antara lain Tarman (54) warga Sumedang, Jajang (39) warga Cianjur yang telah menjahit mulutnya sejak 20 hari lalu .
Dua wanita yang ikut melakukan aksi mogok makan dengan menjahit mulutnya sendiri mulai Senin (16/1) yakni Manisa (50) warga Waringin Jaya, Bogor dan Saodah (32) warga Ciseeng, Bogor.
Aksi jahit mulut mereka lakukan sebagai bentuk penentangan pembangunan SUTET, karena mereka menilai selain menggangu kesehatan SUTET juga menyebabkan harga tanah dan bangunan yang berada di bawah transmisi menjadi anjlok.
Mereka berkekad tidak akan membuka jahitan di mulutnya, hingga pemerintah memberikan ganti rugi sesuai dengan tuntutan mereka.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006