Jadi banyak pertanyaan masyarakat, kenapa di sini banyak lubang dan bergelombang.
Bandarlampung (ANTARA) - Direktur Operasi III PT Hutama Karya (HK) Koentjoro mengatakan kecepatan maksimal kendaraan di Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yakni 100 km per jam untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan berkendara di jalan bebas hambatan ini.
"Memang rata-rata tol di Indonesia diset batas maksimumnya 100 km/jam dan minimumnya 80 km/jam, hal ini guna mengantisipasi bila kendaraan di depannya mengerem masih bisa selamat," kata Koentjoro, di Bandarlampung, Kamis.
Menurutnya, memang pengendara bisa menambahkan kecepatan di atas 100 km/jam di jalan tol sampai melebihi 140 km/jam, namun hal tersebut akan mengganggu kenyamanan dan keamanan saat berkendara.
"Ya memang kalau berkendaraan itu kalau kecepatan 100 km/jam terus pasti akan ditambah, tapi kalau di atas 140 km/jam memang akan terasa cepat tapi ada kenyamanan yang terlewatkan, seperti terasa bergelombang dan lainnya, ini juga yang harus diketahui oleh masyarakat," katanya pula.
Untuk di JTTS dari ruas Bakauheni-Terbanggi Besar (Bakter), kata dia lagi, mungkin pengendara tidak terlalu banyak kendala, sehingga berkendara dengan kecepatan 100 km/jam hingga 140 km/jam masih terasa nyaman, hal itu dikarenakan kondisi tanah di sepanjang jalan tol tersebut lebih mantap.
"Pemeliharaan dan pengoperasian di ruas Bakter ini lebih mantap, karena struktur konstruksi kebanyakan rigid beton," ujarnya lagi.
Namun, katanya pula, setelah memasuki ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang dan Kayu Agung (Terpeka) yang karakteristik tanahnya tidak semuanya mantap, pengendara harus memacu kecepatan dengan batas maksimum 100 km/jam guna mendapatkan keamanan.
"Jadi banyak pertanyaan masyarakat, kenapa di sini banyak lubang dan bergelombang, karena beberapa titik struktur tanah di Terpeka dulunya rawa, sehingga saran dari engineering adalah ruas tanah yang kurang mantap itu sistem pembangunannya fleksibel," kata dia.
Sehingga, katanya lagi, dengan menggunakan sistem pembangunan fleksibel di tanah rawa ini, secara teori awal memang jalan akan terjadi gelombang dan lain sebagainya, namun hal itu akan mempermudah perbaikannya.
"Untuk memantapkan kekerasan tanah di titik-titik yang dulu rawa pada Tol Terpeka sekarang kami sedang bekerjasama dengan IPB untuk mencari treatmentnya, sehingga timbunan tanahnya bisa kering dan keras," katanya.
Ia mengatakan bahwa sambil menunggu hasil penelitian tersebut selesai, saat ini telah dilakukan perbaikan segmental untuk titik-titik tersebut, sehingga di sejumlah kilometer pengendara akan terganggu kenyamanannya.
"Kita harapkan pertengahan tahun penelitiannya selesai dan akan kami perbaiki semua dan dilakukan pelapisan ulang kembali, sehingga kenyamanan berkendara terbentuk," kata dia pula.
Baca juga: Tol Trans-Sumatera dilintasi satu juta kendaraan di Natal-Tahun Baru
Baca juga: Strategi 2022, Hutama Karya percepat konstruksi Tol Trans Sumatera
Pewarta: Dian Hadiyatna
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022