Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan memanggil ke Jakarta para duta besar (dubes) Indonesia yang di wilayah kerjanya banyak terdapat warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati guna melakukan koordinasi lebih lanjut.
"Dalam waktu dekat segera akan dipanggil ke Jakarta dubes-dubes saudara kita yang mengalami ancaman hukuman mati," kata Presiden di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, saat memimpin rapat terbatas mengenai Satuan Tugas TKI.
Dubes Indonesia untuk Arab Saudi, kata Presiden, sudah berada di Indonesia menyusul protes keras Pemerintah Indonesia atas hukuman mati terhadap Ruyati binti Satubi, TKI yang terbukti melakukan pembunuhan di Arab Saudi, tanpa pemberitahuan kepada Pemerintah Indonesia.
"Segera kita akan undang ke Jakarta dubes Indonesia di Malaysia, di Republik Rakyat Tiongkok, dan di Singapura. Kita konsolidasikan, kita cocokan datanya dengan demikian kita berangkat dari data riil, paling mutakhir," katanya.
Presiden mengatakan bahwa koordinasi menyeluruh diperlukan untuk memberikan upaya terbaik dalam perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri.
Sebelumnya Presiden mengatakan bahwa berdasarkan catatan jajaran pemerintah, baik Kemlu, Kemhukham, Kemenakertrans, sekitar 200 WNI terancam hukuman mati di luar negeri, dengan jumlah terbesar di Malaysia, setelah itu Arab Saudi, RRT dan Singapura.
Menurut Presiden, para WNI itu bukan kategori TKI yang dianiaya namun mereka yang memang berbuat kejahatan atau terlibat pelanggaran di negara tempatnya bermukim.
Presiden mengatakan bahwa tidak mungkin suatu sistem hukum menjatuhkan hukum jika tidak ada kesalahan apapun.
Kepala Negara mengatakan bahwa total terdapat 200 orang WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri, 70 persen diantaranya terlibat kasus narkotika.
"Memang keras, negara kita juga keras, kita jatuhkan mati, seumur hidup, 20 tahun penjara bagi yang terlibat kejahatan narkoba," katanya. Selain kejahatan narkotika, kata Presiden, 28 persen terlibat kejahatan pembunuhan.(*)
(T.G003/U002)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011