Produktivitas gula harus terus ditingkatkan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian meminta industri gula menjaga tiga aspek penting dalam produksinya, yakni kualitas, kuantitas, dan konektivitas, mengingat gula merupakan salah satu komoditas strategis yang terkait dengan hajat hidup masyarakat.
Terlebih, permintaan gula terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan juga pertumbuhan industri makanan dan minuman di dalam negeri.
“Produktivitas gula harus terus ditingkatkan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika lewat keterangannya di Jakarta, Kamis.
Putu menyampaikan hal itu dalam sambutannya mewakili Menteri Perindustrian pada acara Musyawarah Nasional Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) VIII di Jakarta, Kamis.
Putu menegaskan, gula yang diproduksi harus memenuhi kualitas terbaik (sesuai SNI). Guna menjaga kualitas tersebut perlu penggunaan teknologi terkini.
Di samping itu, distribusi gula nasional juga harus dipastikan dapat menjangkau pelosok Nusantara dan memberikan jaminan harga yang stabil.
“Dari aspek kuantitas, industri gula nasional pada saat ini masih menghadapi tantangan. Rata-rata hasil produksi untuk lima tahun terakhir sekitar 2,2 juta ton per tahun, sedangkan total kebutuhan gula nasional tahun 2021 mencapai 6 juta ton,” ungkap Putu.
Kebutuhan gula nasional semakin meningkat setiap tahunnya, karena dengan asumsi pertumbuhan industri makanan dan minuman yang diproyeksi meningkat antara 5-7 persen per tahun dan kenaikan pertambahan penduduk Indonesia berdasarkan data BPS yang juga meningkat 1,25 persen setiap tahun.
“Dengan pertumbuhan kebutuhan gula nasional yang semakin meningkat, maka pada tahun 2030 diproyeksikan kebutuhan gula nasional akan mencapai 9,8 juta ton,” sebut Putu.
Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan upaya dan fasilitasi pengembangan untuk pembangunan pabrik gula baru yang terintegrasi dengan perkebunan.
Untuk memberikan fasilitas bahan baku dalam rangka pembangunan industri gula, telah diterbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10 Tahun 2017 tentang Fasilitas Memperoleh Bahan Baku dalam Rangka Pembangunan Industri Gula.
“Kami berharap, pelaku industri gula dapat memanfaatkan fasilitas tersebut secara optimal dengan harapan agar target pemenuhan kebutuhan gula nasional dapat dipenuhi dari dalam negeri,” tegas Putu.
Merespons kondisi saat ini dengan adanya perkembangan industri 4.0, Kemenperin terus berupaya mendorong pelaku industri untuk melakukan percepatan transformasi digital guna meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan nilai tambah sehingga bisa lebih berdaya saing global.
Dirjen Industri Agro menyampaikan, pihaknya akan terus memonitor perkembangan pabrik gula rafinasi di Tanah Air seiring dengan kebutuhan gula kristal rafinasi (GKR) di pasar domestik yang kian meningkat, mengingat sektor industri pengguna GKR mulai bergeliat dan aktivitas perekonomian nasional semakin pulih setelah terkena imbas pandemi COVID-19.
“Potensi industri gula rafinasi untuk orientasi pasar ekspor semakin meningkat. Oleh karena itu, keberadaannya perlu dioptimalkan melalui peningkatan utilisasi untuk mendorong ekspor hasil produksi nasional. Negara tujuan ekspor gula kristal rafinasi yang sudah terbuka antara lain Vietnam, Myanmar, Filipina, Timor Leste, Qatar, Singapura, dan Mongolia,” ungkap Putu.
Kemenperin memberikan apresiasi kepada AGRI yang selama ini telah berkontribusi dalam penyediaan gula kristal rafinasi untuk memenuhi kebutuhan industri makanan, minuman, dan farmasi di dalam negeri dan pemenuhan pasar ekspor.
“Kami pun berharap kepada AGRI agar dapat terus berkontribusi pada pengembangan industri gula nasional serta menghasilkan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat konsumen di Indonesia dalam memproduksi gula yang berkualitas, harga terjangkau dan pasokan gula yang cukup,” imbuhnya.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022