Malabo (ANTARA News) - Para pemimpin Afrika mencari dukungan bagi pembuatan peta jalan untuk mengatasi konflik Libya pada satu konferensi tingkat tinggi pada Kamis.
Sementara itu delegasi dari pemberoktak Libya yang diundang ke KTT itu mendesakkan tuntutan agar pemimpin Libya Muamar Gaddafi mundur.
Para wakil rezim Libya juga turut dalam KTT dua hari di Malabo, di luar ibu kota Equatorial Guinea, yang akan mengupayakan konsensus tentang peta jalan itu yang mencakup gencatan senjata dan negosiasi.
KTT Uni Afrika ini menjadi ajang kritik para pemimpin terhadap kebijakan Prancis yang memasok senjata kepada pemberontak Libya dan surat penangkapan Gaddafi yang dikeluarkan Mahkamah Kejahatan Internasional karena kejahatan-kejahatannya, lapor AFP.
Mereka juga berbicara menentang kampanye serangan pimpinan NATO terhadap pasukan Libya yang dimaksudkan untuk melindungi warga sipil.
"Dalam situasi krisis ini kita harus mencari solusi dengan musyawarah," kata Ketua Komisi Uni Afrika Jean Ping dalam pidato pembukaannya. Lebih 30 pemimpin Afrika menghadiri KTT itu.
Uni Afrika harus mencamkan dalam pembicaraan bahwa "penderitaaan rakyat Libya disebabkan bentrokan-bentrokan yang terus berlanjut dan operasi pemboman lewat udara, katanya sebelum para pemimpin mengadakan rapat tertutup.
Tim pemberontak Libya, yang diundang sebagai tamu khusus, mengatakan ada perasaan meluas bahwa sudah saatnya bagi Gaddafi untuk turun.
"Setiap orang sepakat mengenai mundurnya Gaddafi. Sebagian mengatakan secara terbuka, yang lain tidak," kata Mansour Safy Al-Nasr, wakil Dewan Transisi Nasional yang berkedudukan di Prancis kepada AFP.
"Tentu kami berharap ada solusi dari Uni Afrika. Peta jalan itu bagus jika disesuaikan," katanya.
Peta jalan Uni Afrika telah diterima oleh Gaddafi tetapi para pemberontak sebelumnya menolak, dengan menuntut pemimpin itu harus mundur.
Delegasi pemberontak itu, yang termasuk mantan Menteri Luar Negeri Libya Abderaman Shalgam, terdaftar sebagai tamu khusus KTT itu.
Para wakil dari rezim Libya mengatakan mereka sangat berharap dukungan dari pertemuan ini.
Setelah Prancis mengumumkan pada Rabu bahwa pihaknya telah memasok senjata kepada para pemberontak anti Gaddafi, Ping memperingatkan senjata-senjata bisa jatuh ke tangan Al Qaida yang dapat menggunakannya untuk menjadikan Barat sebagai sandera, dan konflik berkembang jadi seperti apa yang terjadi di Somalia.
Peringatan serupa juga disampaikan Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Menlu Rusia Sergei Lavrov sementara itu pada Kamis menuntut penjelasan dari Prancis atas laporan pemasokan senjata kepada pemberontak Libya.
"Jika ini benar, hal ini akan jadi pelanggaran Resolusi 1970 Dewan Keamanan PBB," kata Lavrov, merujuk kepada resolusi Februari yang melarang negara-negara memberikan pasokan senjata kepada Libya.
Ping juga mengkritik surat perintah penahanan atas Gaddafi, salah seorang puteranya dan kepala intelijennya karena kekejaman. "Ini membuat masalah jadi kompleks," katanya. (M016/A014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011