Yogyakarta (ANTARA News) - Kesadaran masyarakat Indonesia untuk fokus dan serius membangun bangsa masih rendah, padahal negeri ini memiliki peluang besar untuk mencapai kemajuan, kata psikolog dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Kwartarini Wahyu Yuniarti.
"Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang cukup banyak dapat menjadi kekuatan bangsa untuk maju," katanya dalam diskusi `Psychology of The Nation`, di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, Jerman, negara yang sempat mengalami dua kali kehancuran, bisa menjadi negara yang berkembang karena setiap warganya memiliki kesadaran untuk melakukan sesuatu dengan serius, fokus, dan benar.
"Ketika semua orang melakukan hal itu, maka sebuah negara akan menjadi kuat. Jika prinsip itu diterapkan di Indonesia, saya yakin bangsa ini bisa maju," kata Direktur Center for Indigenous and Cultural Psychology UGM ini.
Ia mengatakan kurang kuatnya karakter untuk fokus dan serius membangun bangsa disebabkan pengaruh penjajahan Belanda selama 350 tahun.
Pada masa penjajahan Belanda posisi masyarakat Indonesia adalah sebagai budak yang memiliki sejumlah karakter tertentu seperti bergerak jika disuruh. Selain itu, sifat memecah belah yang sudah mendarah daging.
"Saya memiliki keyakinan bahwa karakter mental terjajah terjadi pada bangsa kita. Hal itu menyebabkan bangsa Indonesia sangat inferior, mudah menjadi penjilat, dan tidak proaktif," katanya.
Pakar antropologi budaya dari UGM Heddy Shri Ahimsa Putra mengatakan pandangan tentang kebudayaan dengan unsur-unsurnya perlu direvisi.
"Pandangan yang selama ini berlaku yang dikemukakan Koentjaraningrat mengenai tujuh unsur kebudayaan universal masih kurang rinci, karena belum dapat mencakup seluruh unsur kebudayaan yang ada dan mengundang kerancuan pemikiran," katanya.
Menurut dia, kebudayaan juga mempunyai tiga wujud, yakni wujud material, perilaku, dan gagasan. Dalam hal ini diperlukan kajian lebih mendalam terhadap unsur-unsur kebudayaan agar dapat ditentukan jumlahnya secara tetap.
Unsur-unsur itu harus mampu mencakup semua gejala budaya yang ada di masyarakat, dan dapat dirinci lagi subunsurnya, agar upaya untuk mengembangkan, mengubah, dan memperbaiki suatu unsur dapat dilakukan dengan lebih mudah.
"Suatu kebudayaan setidaknya perlu dirinci menjadi 10 unsur agar berbagai gejala kebudayaan yang ada dapat tercakup di dalamnya," katanya.(*)
(L.B015*H010/M008)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011