Konsep DMO sudah tepat, sehingga DPR termasuk PKS menolak konsep BLU. Yang perlu ditingkatkan adalah aspek pengawasan dan sanksi bagi pengusaha tambang yang membandel

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan pemerintah sebaiknya lebih memperketat pelaksanaan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk batu bara daripada berwacana membentuk Badan Layanan Umum (BLU) batu bara.

"Konsep DMO sudah tepat, sehingga DPR termasuk PKS menolak konsep BLU. Yang perlu ditingkatkan adalah aspek pengawasan dan sanksi bagi pengusaha tambang yang membandel," kata Mulyanto dalam rilis di Jakarta, Kamis.

Menurut politisi Fraksi PKS ini, kebijakan DMO yang ada sekarang ini masih sangat menjamin alokasi dan harga batu bara untuk kebutuhan ketahanan energi nasional.

Kebijakan DMO tercantum dalam UU Minerba No. 3 Tahun 2020, di pasal 5 ayat 1 & 2 yang berbunyi di ayat 1 bahwa "Untuk kepentingan nasional, Pemerintah Pusat setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan kebijakan nasional pengutamaan Mineral dan/atau Batubara untuk kepentingan dalam negeri."

Sedangkan ayat 2 adalah "Untuk melaksanakan kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan untuk menetapkan jumlah produksi, Penjualan, dan harga Mineral logam, Mineral bukan logam jenis tertentu, atau Batu bara."

“Kebijakan DMO yang ada saat ini sudah sesuai dengan konstitusi dan UU, tinggal diperbaiki implementasinya saja dan dievaluasi secara berkala. Pemerintah harus bekerja keras untuk melaksanakan amanat kebijakan DMO ini,” kata Mulyanto.

Ia berpendapat bahwa wacana pembentukan BLU secara tidak langsung menyalahi amanat UU No. 3 tahun 2020 tentang Minerba yang memiliki paradigma mengutamakan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri.

Sementara paradigma BLU memandang batu bara sebagai komoditas yang diperdagangkan secara bebas, termasuk ke luar negeri, serta apabila perusahaan negara membutuhkannya, maka harus membeli dengan harga pasar.

“Karena itu wacana pembentukan BLU ini tidak tepat. Ini tidak sesuai dengan paradigma UU Minerba dan upaya menjaga kedaulatan energi nasional,” ujarnya.

Mulyanto juga mengingatkan bahwa PLN perlu kontrak jangka panjang dan membeli langsung dari produsen, tidak melalui jalur trader.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan suplai batu bara ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) kian membaik dari hari ke hari.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menjamin bahwa masalah kekurangan batu bara yang sempat menyeruak sejak Agustus 2021 sampai awal Januari 2022 tidak akan terulang kembali.

"Saat ini, hari operasi (HOP) sudah getting much better (menjadi jauh lebih baik) dan dengan sendirinya ancaman atau kekhawatiran kita terhadap mati lampu atau pemadaman bergilir itu bisa dikatakan tidak terulangi," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Rabu (19/1).

Rida menjelaskan material batu bara sebagai bahan baku pembangkit listrik kini sudah mulai tersedia karena jadwal pengiriman dari produsen ke PLTU sudah normal, kapal-kapal tongkang maupun vessel juga sudah ada di pelabuhan.

Pemerintah melakukan pemantauan setiap hari untuk memastikan distribusi batu bara dari tambang ke pembangkit listrik berjalan baik. Selain itu, pemerintah juga memantau kondisi 17 PLTU yang sempat mengalami krisis pasokan batu bara agar hari operasinya bisa mencapai target minimum 20 HOP di akhir Januari 2022.

Baca juga: Anggota DPR: Wacana pembentukan BLU batu bara harus dikaji mendalam

Baca juga: Kemenkeu: Skema BLU batu bara akan mirip dengan BPDPKS

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022