Surabaya (ANTARA News) - PDIP Jawa Timur meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim untuk menghentikan pengiriman TKI ke Arab Saudi secara permanen, sebab hukuman seperti dialami Ruyati juga terjadi pada TKI lain.
"Kami mendesak pemerintah provinsi meneruskan tuntutan penghentian pengiriman TKI ke Arab Saudi secara permanen kepada pemerintah pusat," kata juru bicara Fraksi PDIP DPRD Jatim, Luluk Mauludiyah, di Surabaya, Rabu.
Menurut dia, kematian Ruyati merupakan fenomena "gunung es" permasalahan TKI di luar negeri.
"Belum adanya MoU yang memadai dengan pemerintahan Arab Saudi membuat banyak buruh migran mengalami perlakuan tidak manusiawi," katanya.
Ia mengakui pemerintah memang berencana untuk melakukan moratorium pengiriman TKI yang berlaku efektif per Agustus 2011, namun pihaknya menilai hal itu tidak cukup.
"Tidak hanya jeda, namun harus penghentian permanen. Sudah cukup derita yang dialami warga kita di sana," ujarnya.
Dalam pandangannya, mekanisme pengadilan yang tertutup, tidak transparan dan tidak seimbang di Arab Saudi, akan membuat TKI rentan mengalami ketidakadilan.
"Pemberlakuan hukum qishash tidak diimbangi dengan perlindungan terhadap TKI yang mengalami penganiayaan, padahal para TKI terpaksa membunuh karena tidak mampu lagi bertahan terhadap kekejaman para majikan. Ini sudah menginjak-injak harga diri bangsa kita," katanya.
Sesuai hasil penelusuran Tim Pengawas Perlindungan TKI Fraksi PDI-Perjuangan DPR RI, ungkap Luluk, sampai saat ini masih ada 14 warga asal Jawa Timur yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
Mereka adalah Siti Zainab binti Duhri Rupa, Suasidah binti Sumidi, Ahmad Fauzi bin Abu Hasan, Hafidz bin Kholil Sulam, Hanan binti Muhamad Mahmud, Sulaimah, Dwi Mardiyah, Nurfadilah, Suwarni, Muhammad Zaini Arsad, Lilik Masoed, Ahmad Nurhadi Syarifudin, Fatullah Maksum Muhammad dan Nursiyati.
"Jadi, bukan hanya delapan orang sebagaimana data Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur," katanya.
Soal WNI yang berniat bekerja di luar negeri, katanya, menjadi tugas pemerintah RI untuk menyalurkannya ke negara-negara yang sudah menjalin kerja sama dan menjamin perlindungan TKI.
"Namun harus diikuti dengan pengawasan terhadap PJTKI secara ketat agar tidak melakukan manipulasi data dan memberikan pelatihan secara memadai, serta pengambilalihan program asuransi TKI oleh pemerintah," katanya. (ANT/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011