Di lapangan, petempur pemberontak pada Selasa merebut depot besar senjata dari pasukan pro-Gaddafi di gurun di dekat daerah kantung mereka di gunung di sebelah barat-daya Tripoli, dalam dorongan besar bagi pemasokan-kembali mereka, kata seorang koresponden AFP di lokasi.
Sementara itu berbagai lembaga hak asasi manusia dan Barat memuji tindakan ICC pada Senin (27/6), yang dikeluarkan pada hari ke-100 aksi pemboman NATO.
Libya menolak surat penangkapan tersebut, yang dikeluarkan terhadap Gaddafi (69), putranya Seif al-Islam (39) dan pemimpin dinas intelijen Libya, Abdullah as-Senussi (62). Ketiganya dituduh melakukan kejahatan berdarah dalam pemberontakan berdarah yang meletus pertengahan Februari.
Putusan tersebut adalah kedok buat NATO, yang masih berusaha membunuh Gaddafi, kata Menteri Kehakiman Libya Mohammed al-Gamudi, sebagaimana dilaporkan AFP, yang dipantau ANTARA di Jakarta, Selasa.
Wakil Menteri Luar Negeri Khaled Kaaim mengatakan ICC berfungsi sebagai kendaraan kebijakan luar negeri Eropa.
Jaksa penuntut umum utama ICC Luis Moreno-Ocampo mengupayakan surat penangkapan itu sementara ribuan orang tewas dalam pertempuran dan sebanyak 650.000 orang lagi meninggalkan Libya. Sementara itu Gaddafi mampu mempertahankan kekuasaan kendati serangan udara NATO mengurangi pengepungan pasukan yang setia kepadanya terhadap kota besar utama pemberontak.
Gedung Putih memuji surat penangkapan ICC tersebut, dan menggambarkannya sebagai "petunjuk lain bahwa Gaddafi telah kehilangan semua keabsahan".
Inggris, anggota utama lain upaya yang mendapat mandat PBB "untuk melindungi warga sipil dari pasukan Gaddafi", juga menyambut baik keputusan itu.
ICC menyatakan ketiga orang tersebut dicari karena peran mereka dalam "penindasan terhadap revolusi". Dalam peristiwa itu, banyak warga sipil dibunuh dan dihukum oleh pasukan Libya, terutama di Tripoli, Benghazil dan Misrata.
"Itu adalah pengadilan politik yang melayani para pembayar Eropanya," katanya. Ditambahkannya, "Pengadilan kami sendiri akan menangani setiap pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan lain yang dilakukan selama konflik di Libya."
Dalam pertempuran paling akhir di sekitar pegunungan di sebelah barat-daya ibu kota Libya, Tripoli, pemberontak merebut jaringan tempat perlindungan bawah tanah (bunker) di gurun sekitar 25 kilometer di sebelah selatan kota kecil bukit, kata seorang koresponden AFP di lokasi kejadian.
Sejumlah roket, senapan mesin dan amunisi lain direbut, dalam dorongan besar bagi harapan pemberontak untuk melancarkan desakan ke Tripoli dari garis depan di sisi lain Pegunungan Nafusa, yang berada 50 kilometer dari ibu kota Libya itu.
Ratusan petempur pemberontak, yang disertai oleh warga sipil lokal, menyusuri bunker tersebut, yang sebagian telah diledakkan dalam serangan udara tapi yang lain masih utuh.(*)
(Uu.C003)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011