Jakarta (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan kebutuhan paling mendasar dalam pengembangan digitalisasi di Tanah Air adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM).
"SDM adalah pilar dasar dalam ekosistem inovasi digital. Ada data menyebutkan, pada 2030, Indonesia butuh 17 juta SDM di bidang digital dengan kemampuan teknologi informasi yang memadai. Ini perlu dipersiapkan dengan baik," kata LaNyalla dalam program BISA AI Academy secara virtual, Selasa.
Ia melanjutkan, DPD RI akan terus mendorong pengembangan SDM dengan kompetensi digital yang tak hanya terpusat di kota besar, tapi di seluruh pelosok Tanah Air.
Baca juga: Digitalisasi mudahkan pasien untuk berkonsultasi
Hal ini, menurutnya, mampu dicapai melalui sistem pendidikan yang baik, termasuk melalui dunia vokasi, serta keterlibatan sektor swasta.
"Sehingga kami mengapresiasi kolaborasi BISA AI Academy bersama Huawei, Oudpro Indonesia dan Pusat Studi Ilmu Komputer UPN Veteran Jakarta yang menyelenggarakan program untuk mendorong mahasiswa mengasah kemampuan wirausaha dalam menciptakan Start Up. Program-program seperti ini harus didukung terus," paparnya.
Selain SDM, menurut LaNyalla, DPD RI juga akan mendorong agar pemerintah mempersiapkan infrastruktur telekomunikasi yang memang belum merata antara kawasan barat dan timur Indonesia.
"Tanpa pemerataan infrastruktur telekomunikasi, tentu akan sulit untuk menciptakan pengusaha-pengusaha kreatif dengan sentuhan digital di pelosok-pelosok negeri," jelasnya.
Baca juga: BTN siap terapkan digitalisasi ekosistem pembiayaan perumahan
Setelah infrastruktur, diperlukan juga kesiapan regulasi mengingat dunia digital sangat dinamis.
Menurutnya, pemerintah harus menyiapkan regulasi yang mampu mengakomodasi perkembangan zaman, namun tetap dalam koridor aturan yang baik.
"Termasuk aturan perpajakan yang harus win-win solution untuk kepentingan pengembangan ekonomi digital, sekaligus meningkatkan pendapatan negara," katanya.
Dijelaskan oleh LaNyalla, banyak riset menunjukkan ekonomi digital Indonesia akan tumbuh delapan kali lipat pada tahun 2030.
Nilainya diprediksi mencapai
Rp4.531 triliun pada tahun 2030, dengan Rp1.900 triliun atau 34 persennya dari belanja elektronik. Hal itu merupakan prospek besar yang harus dimanfaatkan.
"Artinya bangsa ini harus memiliki kesadaran digital. Semua orang harus paham bahwa dunia digital adalah masa depan kita. Cara-cara yang tidak terpikirkan 10 tahun lalu diubah oleh digitalisasi," lanjut dia.
Baca juga: BI catat transaksi digital banking Rp3.877,3 triliun hingga November
LaNyalla juga menyinggung fenomena “Ghozali Everyday”, seorang anak muda dari Semarang, yang mampu menjual foto selfie-nya selama empat tahun di NFT melalui OpenSea.
Contoh lain betapa digitalisasi kian masif adalah soal layanan perbankan.
Bank Mandiri pada kuartal I tahun 2021 mencatat transaksi di aplikasi mencapai Rp341 triliun, jauh melampaui transaksi melalui ATM yang sebesar Rp200 triliun. Untuk BCA lebih dari 80 persen transaksi sudah melalui layanan digital.
"Dari beragam fenomena itu, yang hendak saya sampaikan adalah membangun jalan atau jembatan sama pentingnya dengan membangun dunia digital. Maka, di berbagai daerah sering saya sampaikan, Pemda jangan hanya membangun infrastruktur jalan dan jembatan saja, tetapi juga membangun atau menyediakan infrastruktur digital," jelasnya.
Baca juga: BSSN sarankan perbankan rutin update aplikasi digital
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022