Jakarta (ANTARA News) - Organisasi Buruh Internasional (ILO) sedang mengkaji rancangan Profil Pekerjaan yang Layak Indonesia sebagai upaya untuk memperbaiki serta memperkuat sejumlah kebijakan ketenagakerjaan.
"Menemukan cara untuk memastikan konsensus di antara tripartit konstituen mengenai prioritas pekerjaan layak merupakan tujuan mendasar ILO. Dan program di Indonesia sebagai upaya mempromosikan pekerjaan yang layak untuk semua," kata Direktur ILO di Indonesia, Peter Van Rooij, dalam lokakarya bertema "Mengkaji Kemajuan Indonesia dalam Meraih Pekerjaan yang Layak di Indonesia" di Jakarta, Senin.
Menurut Peter, pengkajian ILO juga untuk menilai kekuatan profil dan penggunaannya sebagai alat advokasi bagi kebijakan dan program.
Profil ini mencakup 11 bidang tematik pekerjaan yang layak, menjabarkan data statistik yang relevan serta menampilkan aspek-aspek penting dalam kerangka kerja hukum pekerjaan yang layak.
Kesebelas bidang tematik pekerjaan yang layak di antaranya konteks ekonomi dan sosial, kesepakatan kerja, pendapatan yang mencukupi dan pekerjaan yang produktif, jam kerja yang layak, menggabungkan pekerjaan, keluarga dan kehidupan pribadi.
Selain itu, pekerjaan yang harus dihapuskan, stabilitas dan jaminan pekerjaan, kesempatan dan perlakuan yang setara dalam pekerjaan, lingkungan kerja yang aman, jaminan sosial, dan dialog sosial di antara representasi pekerja dan pengusaha.
Target yang dituju adalah para pembuat kebijakan dari sejumlah kementerian, terutama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) serta kementerian teknis lainnya.
Naskah kekayaan yang layak Indonesia sesuai ILO menyebutkan Indonesia mengalami kesulitan dalam memberikan kesempatan kerja formal menurut definisi dari pekerjaan informal yang digunakan dalam survey Sakernas (Survey Ketenagakerjaan Nasional).
Prosentase pekerjaan pada pekerjaan informal sangatlah tinggi dan meningkat dari 61,5 persen pada tahun 2001 menjadi 64,7 persen pada tahun 2003 sebelum akhirnya menurun menjadi 59 persen pada tahun 2010.
Yang patut dicatat adalah angka pekerjaan informal sedikit meningkat dari 61,3 persen pada tahun 2008 menjadi 61,6 persen pada tahun 2009 -- ini merupakan sebuah dampak dari sebuah krisis keuangan global pada tahun 1998.
Sebagai tambahan porsi pekerja perempuan yang cukup besar melakukan pekerjaan dengan sifat informal dibandingkan dengan pekerja laki-laki meskipun perbedaan dari angka pekerjaan informal perempuan dibandingkan laki-laki turun dari 9,6 poin prosentase pada tahun 2001 menjadi 4,6 poin prosentase pada tahun 2010.
Jumlah pekerja perempuan pada pekerjaan informal menurun dari 67,5 persen pada tahun 2001 menjadi 61,8 persen pada tahun 2010 (5,7 poin prosentase), berlawanan dengan angka laki-laki yang tetap selama periode itu (menurun sebesar 0,6 poin prosentase).
Pekerja laki-laki menghadapi masalah dalam meninggalkan pekerjaan informal mereka dan berpindah mencari kesempatan kerja formal.
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011