Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan, perburuan para koruptor masih berlanjut, termasuk yang masih buron di luar negeri.
"Pokoknya yang bisa dijangkau oleh Interpol, kita kejar," kata Jaksa Agung di Jakarta, Jumat, menjawab pertanyaan wartawan mengenai perburuan koruptor pasca tertangkapnya terpidana kasus BLBI senilai Rp1,29 triliun David Nusa Wijaya, mantan Dirut Bank Umum Servitia .
David yang dipidana delapan tahun penjara itu buron sejak 2002 dan tertangkap di San Fransisco, AS dalam operasi gabungan kepolisian dan FBI. Ia masuk ke AS pada 29 Desember 2005 dengan paspor Indonesia atas nama Eng Tjuen Wie.
Dalam
red notice Interpol, terdapat nama David Wijaya alias Eng Tjuen Wie. Pemerintah AS memulangkan David ke Indonesia pada Selasa (17/1) lalu, pemulangan David ke Indonesia dari AS itu merupakan kerjasama non ekstradisi.
Kejaksaan Agung memprioritaskan penangkapan 18 koruptor kakap lainnya yang kini berada di mancanegara.
Jaksa Agung mengatakan lebih lanjut, koordinasi dengan Interpol itu terus berlanjut, kecuali dengan pihak Singapura. Hal itu terkait dengan belum adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan negara tersebut.
Disinggung mengenai siapa saja para koruptor yang buron ke Amerika selain David, Arman menolak menyebutkan nama. "Kalau dibeberkan, nanti malah kabur semua," katanya.
Perburuan Aset David
Sementara itu Ketua Tim Pemburu Aset Koruptor (TPAK) Basrief Arief menyatakan pihaknya masih terus melacak aset David yang akan digunakan untuk mengganti kerugian negara dari penyalahgunaan BLBI senilai Rp1,29 triliun.
Sejauh ini, TPAK telah menginventarisir dan akan menyita aset David di berbagai tempat, antara lain Jakarta dan Jawa Barat. Nilai aset itu diperkirakan sekitar Rp411 miliar. Aset mantan Dirut Bank Umum Servitia itu yang masih berada di AS masih belum bisa diinventarisir.
"Kita lihat hasilnya nanti, berapa semua hasilnya. Kekurangannya tentu terus kita kejar dengan melacak," kata Basrief yang menjabat sebagai Wakil Jaksa Agung itu.
Ia mengatakan, pihaknya memberikan kesempatan kepolisian dalam melakukan pemeriksaan lebih lanjut baru kemudian diinventarisir. "Tentu saja ini dengan harapan bantuan masyarakat berupa informasi keberadaan aset David," katanya lagi.
Rencana penyitaan sejumlah aset David itu terkait penyitaan yang batal dilakukan pada tahun 2003 lalu karena David telanjur kabur ke luar negeri.
Surat penyitaan itu sesuai surat keputusan MA 830.K/Pid/2003 tanggal 23 Juli 2003. Dalam putusannya, MA menghukum David dengan penjara delapan tahun kurungan, membayar denda Rp 30 juta, dan uang pengganti sebesar Rp 1.291.530.307.776,84.
Disinggung mengenai mekanisme pembayaran uang pengganti kerugian negara, Basrief menjawab, "Itu bisa ditanyakan kepada JAM Pidsus Hendarman Supandji."(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006