seluruh elemen harus mempertimbangkan prinsip-prinsip kebersamaan dalam kerangka NKRI...
Mataram (ANTARA NEWS) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berupaya mengembangkan empat kawasan andalan bidang pertambangan guna mendukung peningkatan perekonomian daerah.

Kepala Bidang Pertambangan Umum Dinas Pertambangan Provinsi NTB, Husni, di Mataram, Minggu, mengatakan, pengembangan empat kawasan andalan pertambangan itu diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 3/2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTB 2009-2029.

"Empat kawasan andalan itu, yakni Lombok dan sekitarnya, Sumbawa dan sekitarnya, Bima dan sekitarnya serta kawasan andalan laut," ujarnya.

Husni mengatakan, Pemerintah Provinsi NTB sudah mengajukan usulan penetapan Wilayah Pertambangan (WP) kepada Kementerian Eneri dan Sumber Daya Mineal (ESDM) sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan PP Nomor 23/2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan.

Luas WP yang direncanakan Pemprov NTB yakni 891.590 Hektare atau 44,24 persen dari total luas daratan NTB).

Rinciannya, WP di dalam kawasan hutan seluas 479.311,13 Hektare (53,75 persen) dan WP di luar kawasan hutan seluas 412.278,87 hektare (46,25 persen).

Sementara luas wilayah izin untuk seluruh kawasan andalan darat mencapai 569.125,55 Hektare atau 28,24 persen luas daratan Provinsi NTB).

"Luas WP akan berkurang seiring dengan perubahan status pengusahaan dari tahapan eksplorasi ke operasi produksi dan kontribusi sektor pertambangan pada pembentukan PDRB NTB," ujarnya.

Husni menyebut jumlah izin usaha pertambangan mineral logam di NTB sampai posisi Juni 2011, yaitu dua Kontrak Karya (KK), enam Kuasa Pertambangan(KP), dan 67 Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Adapun jenis komoditi yang termasuk dalam kontrak, yaitu emas (Au), tembaga (Cu), perak (Ag), mangan (Mn), pasir besi dan bijih besi (Fe), serta timah hitam (Pb).

Ia menambahkan, Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, memberikan harapan besar kepada masyarakat setempat untuk mengelola potensi sumber daya mineral yang ada di wilayahnya melalui alokasi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Di era otonomi daerah, pemerintah daerah dan masyarakat memiliki hak untuk menentukan sistem pengelolaan pengembangan sumber daya mineral, batubara dan panas bumi untuk mendapatkan sebesar-besarnya untuk mendapatkan manfaat yang besar dari pengusahaan sumber daya tersebut.

Kondisi tersebut dipahami karena masyarakat yang berada di sekitar lokasi tambang berpeluang paling besar terkena dampak dari aktifitas pengusahaan.

"Namun demikian, dalam pelaksanaannya, seluruh elemen harus mempertimbangkan prinsip-prinsip kebersamaan dalam kerangka NKRI," ujarnya.

(ANT.A058)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011