Ketua Kelompok Usaha Bersama Rakitan Rakyat Tegal (KUBRRT) Muhidin, di Tegal, Sabtu, mengatakan sejak adanya barang-barang berbahan tembaga dari China yang masuk ke Indonesia sekitar tahun 2008 hingga sekarang, usaha kerajinan tembaga di wilayah Kabupaten Tegal, menjadi turun drastis bahkan tidak sedikit pula yang telah gulung tikar.
"Untuk Kecamatan Talang, ada hampir 700 pengusaha tembaga, kini tersisa sekitar 400 pengusaha yang masih bertahan, selebihnya telah gulung tikar," katanya.
Ia mengatakan, sebelum beragam barang tembaga produk China masuk ke dalam negeri, dalam sebulan setiap pengusaha tembaga di Kecamatan Talang dan Adiwerna dapat memproduksi sekitar 150 set berbagai produk.
"Saat itu karyawan sering bekerja lembur seminggu dua kali untuk menyelesaikan pesanan tersebut, namun kini banyak pengusaha yang merumahkan karyawan karena tidak mendapat pesanan.
Padahal, kata dia, untuk satu UKM yang memproduksi beragam peralatan rumah tangga, onderdil kendaraan, dan aneka pernak-pernik berbahan tembaga biasanya mempekerjakan sedikitnya 20 karyawan, sehingga akibat melimpahnya tembaga impor dari China, para pengusaha terpaksa merumahkan puluhan karyawanya.
Sementara itu, Budiharto, pengusaha tembaga warga Adiwerna Kabupaten Tegal, mengatakan salah satu penyebab berkurangnya pemesanan tembaga lokal karena harga tembaga buatan China lebih murah.
"Jika haga tembaga lokal Rp125 ribu per set, maka harga tembaga dari China hanya Rp60 ribu per set atau sekitar 50 persen di bawah harga produk lokal, sehinga pembeli lebih memilih produk China, meskipun secara kualitas produk lokal jauh lebih baik," katanya.
Ia mengatakan. usaha yang telah berdiri sjak 16 tahun lalu dan hingga kini masih tetap berjalan tanpa terpengaruh oleh gempuran tembaga produk luar negeri karena mampu mengatasi kelemahan barang-barang tembaga impor dari China.
Menurut dia, ada tiga strategi untuk mengatasi barang impor dari China, antara lain terkait jumlah, waktu pengiriman, serta kualitas barang.
"China hanya dapat mengirim barang paling cepat 3-4 bulan sekali, sehingga kita bisa memanfaatkan jeda waktu tersebut untuk menjual produk lokal, kemudian soal jumlah, China hanya menerima pemesanan minimal satu kontainer, sedangkan pengusaha lokal berapapun jumlah pemesanan tetap dilayani, selain itu, jika ada barang yang cacat, China tidak akan mengganti, sedangkan pengusaha lokal bersedia mengganti barang yang cacat atau rusak," katanya. (ANT/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011