"Ketiga undang-undang tersebut adalah pemerintahan daerah, grand design UU pemilihan kepala daerah dan terakhir undang-undang tentang desa. Kami berjanji tiga undang-undang ini harus masuk ke DPR RI [ada bulan Juni ini juga," katanya saat membuka Rakernas dan Munaslub Apkasi ke VII di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Selatan, Jumat.
Masalahnya, lanjut dia, ada beberapa prinsip penting dalam aturan undang-undang tersebut. Dan itu menjadi jawaban akan masalah otonomi daerahg.
Selain itu, Gamawan juga meminta hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) VII dan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) menjadi bagian poin penting.
"Tolong disampaikan kepada Kemendagri apabila ada hasil kesepakatan tambahan untuk rancangan UU otda sebelum dikirimkan ke DPR-RI harus diserahkan. Kita, masih ada waktu menambah, mengurang dan menyempurnakan. Masalahnya masih banyak hal di UU 32 belum dijawab tuntas," tuturnya.
Saat membuka kegiatan tersebut, Gemawan juga memuji dan menyambut baik dengan tema yang diangkat dalam Rapat Kerja Nasional VII atau Musyawarah Luar Biasa Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia di Kabupaten Kubu Raya.
"Saya baca dan cermati antara tema dan mars APKASI yang dibawakan. Tema Mengejar Kemandirian Daerah Menuju Kejayaan Bangsa bagi saya adalah Spirit Desentralisasi Otonomi Daerah sebenarnya," katanya.
Menurutnya, sesuai sistem pemerintahan nasional, otonomi berlangsung di Negara Kesatuan Republik Indonesia,? katanya memberikan sambutan dihadapan ratusan Bupati se-Indonesia.
Dia mengatakan, bukan saja tema sebagai spirit untuk mars Apkasi yang dinyanyikan juga menyanyikan minta dihentikannya sentralisasi sebagai upaya memantapkan otonomi sebagai bentuk kemandirian daerah dan kejayaan bangsa.
"Titik berat terbentuknya Apkasi adalah UU 32 tahun 2009. Saya waktu itu sebagai bupati sempat melaksanakan otonomi daerah bahkan dijabarkan dalam undang-undang nomor 5 tahun 74. Akan tetapi otonomi daerah waktu itu, kewenangannya lebih banyak berada di tangan provinsi," katanya.
Selain itu, undang-undang nomor 32 pernah tidak punya hirarki jelas antara pemerintah Kab/Kota. Makanya ketika itu terjadi ada bupati tidak mau diundang Gubenur karena tidak punya hirarki.
Tidak heran koordinasi macet dan hirarki dari provinsi-kab/kota hingga ke pusat banyak tidak terarah. "Ini yang harus diubah. Karena sitem pemerintahan nasional khusus otda berlangsung di NKRI, bukan di negara federal," ujarnya.
Dia menjelaskan dalam pasal 4 UU Nomor 32 tersebut dijabarkan kekuasan pemerintah berada di tangan presiden. Akan tetapi dalam pasal 18 Bab VI tentang Pemerintahan Daerah disebutkan kewenangan pemerintahan berada di daerah otonom untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
"Sudah waktunya jelas ada sinergis dan harmonisasi. Makanya, apabila dalam perjalannya tidak pas, haruslah disempurnakan," katanya.
(U.ANT-171)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011