Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan kinerja atas perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri untuk menilai apakah penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri telah efektif dalam berbagai aspek.
"BPK telah melakukan audit kinerja atas perlindungan TKI di luar negeri yang bertujuan menilai apakah penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri telah efektif dalam aspek perencanaan, pengorganisasian sumber daya, pelaksanaan, dan pengendalian," kata Ketua BPK, Hadi Poernomo di Jakarta, Jumat.
Pemeriksaan kinerja atas perlindungan TKI itu dilakukan pada Juni-September 2010. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja atas Perlindungan TKI tersebut telah disampaikan kepada DPR dan Presiden bersamaan dengan penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2010 kepada DPR tanggal 5 Appril 2011.
LHP itu juga sudah diserahkan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada 8 April 2011, dan kepada Presiden pada 11 April 2011.
Hasil pemeriksaan antara lain mengungkapkan adanya sejumlah masalah pokok yang mendorong tidak efektifnya penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri seperti penanganan dan penyelesaian TKI bermasalah di luar negeri yang bersifat parsial.
Berbagai usaha untuk menyelesaikan kasus TKI bermasalah telah dilakukan Perwakilan RI di luar negeri. Namun penanganan kasus TKI oleh Perwakilan RI selama ini hanya fokus pada masalah yang dihadapi TKI secara parsial, bukan pada penyelesaian kasus secara komprehensif pada akar permasalahan. Evaluasi atas kondisi sebab-akibat kasus TKI belum dilakukan Perwakilan RI untuk menemukan akar permasalahan secara jelas.
Permasalahan gaji tidak dibayar, PHK sepihak, TKI "overstayers", dan masalah ketenagakerjaan lainnya akan selalu timbul jika penanganan kasus dilakukan secara parsial.
Perwakilan RI di Malaysia, Hongkong, Arab Saudi, dan Kuwait akan selalu menghadapi kasus serupa berulang-ulang tanpa penyelesaian kasus secara komprehensif yang seharusnya melibatkan pihak-pihak terkait mulai dari perusahaan pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS), agensi, majikan, pemerintah Indonesia, dan pemerintah negara penempatan.
Pemerintah seharusnya segera mengambil peranan koordinasi tersebut dengan lebih baik lagi.
Atas hasil pemeriksaan tersebut, BPK memberikan sejumlah rekomendasi kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kepala BNP2TKI baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai kewenangannya untuk segera melakukan sejumlah tindakan.
Rekomendasi itu antara lain melaksanakan moratorium (penghentian pengiriman sementara) TKI informal ke negara yang belum memiliki peraturan yang melindungi TKI dan/atau perjanjian tertulis (MOU) dengan Pemerintah RI.
BPK juga merekomendasikan penyelenggaraan sistem informasi TKI terpadu yang andal dan dapat diakses Perwakilan RI di luar negeri, penetapan program pembinaan/monitoring pada Atase Tenaga Kerja yang terarah serta penyediaan prasarana, SDM, dan dana yang cukup dan cepat dalam upaya perlindungan dan pembinaan TKI.
Selain itu BPK merekomendasikan perbaikan regulasi penempatan TKI yang lebih menekankan pendekatan perlindungan TKI khususnya regulasi pra penempatan dan menetapkan mekanisme penanganan kasus TKI pada Perwakilan RI di luar negeri yang terstruktur secara efektif.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011