Jakarta (ANTARA News) - Departemen Luar Negeri (Deplu) belum memperoleh keterangan resmi mengenai siapa dan apa tujuan 43 orang warga Papua yang menyeberang ke Australia untuk memperoleh "suaka " dari Pemerintah Australia. Pernyataan tersebut dikemukakan Juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu), Yuri Octavian Thamrin, di hadapan wartawan di Ruang Palapa Departemen Luar Negeri Jakarta, Jumat. "Secara resmi Deplu belum memperoleh keterangan resmi mengenai siapa dan apa tujuan mereka. Kami baru mengetahui kabar tentang mereka dua hari lalu dari pemberitaan media setempat dan kini KBRI di Australia tengah menindaklanjutinya," kata Yuri. Menurut dia, orang-orang itu kabarnya menumpang kapal yang berlayar dari Merauke menuju Cape York, Australia. "Saat ini mereka tengah ditampung di Pulau Christmas untuk menjalani pemeriksaan kesehatan dan belum dilakukan interview sama sekali," ujar dia. Yuri juga mengatakansegera mendapat informasi resmi dari orang-orang tersebut. "Kepedulian pertama dari Pemerintah Indonesia adalah memastikan kapal dan penumpangnya dalam keadaan selamat dan kami telah menerima jawaban dari pemerintah Australia bahwa mereka selamat," katanya. Bagaimanapun juga, lanjut dia, apabila terbukti bahwa orang-orang itu adalah warga negara Indonesia, maka KBRI memiliki kewajiban untuk memfasilitasi mereka. "Hingga sejauh ini koordinasi antara pemerintah Indonesia, Australia dan berbagai pihak terakit berlangsung dengan baik," katanya. Pada kesempatan tersebut Yuri juga mengatakan saat dilakukan pengecekan di Pemda Papua tidak terdapat catatan data mengenai kapal yang berlayar ke Australia. Lebih lanjut dia mengemukakan masalah "suaka" yang disebut-sebut itu bukan merupakan masalah imigrasi belaka, tetapi memiliki kemungkinan untuk mengganggu hubungan kedua negara yang telah terjalin dengan baik. "Perilaku yang `abu-abu` (tak jelas atau meragukan, red) itu tentu dapat memunculkan persepsi atas dukungan pada separatisme," kata Yuri saat ditanya akan kemungkinan pemerintah Australia mengabulkan suaka yang mereka minta. Dia juga mengatakan Indonesia bukan tanah yang subur untuk tumbuhnya perilaku-perilaku pelanggaran HAM, saat diminta komentarnya tentang tuduhan adanya pelanggaran HAM di Indonesia. "Hingga kini Deplu masih menanti informasi yang resmi, pihak KBRI pun telah ada yang ditempatkan di Cape York," demikian Yuri. (*)
Copyright © ANTARA 2006