Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Universitas Indonesia Boni Hargens menyarankan Presiden Yudhoyono memulai pembenahan negara ini dari sektor hukum karena pangkal dari segala permasalahan saat ini akibat banyaknya pelanggaran hukum.

Permasalahan hukum itu, ujar Boni di Jakarta, Kamis, semisal peraturan yang tumpang tindih, tidak lengkap, multi tafsir, dan dibuat berdasarkan kepentingan-kepentingan sesaat serta banyak pula yang disalahgunakan untuk kepentingan sesaat pejabat negara.

Menurut Boni Hargens, banyaknya produk hukum yang dilanggar oleh aparat penegak hukum, yang pada akhirnya merusak seluruh tatanan kehidupan bangsa dan negara.

Boni mencontohkan dalam kasus akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK), dimana UU Penyiaran yang dengan tegas melarang pemusatan kepemilikan frekuensi penyiaran pada satu orang, justru dilanggar oleh Badan Pengawas Pasal Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), dengan membiarkan proses itu berlanjut.

Padahal, kata Boni, DPR dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah mengeluarkan sikap bahwa akuisisi itu melanggar UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan PP No 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta yang ditandatangani sendiri oleh Presiden SBY.

KPI melalui legal opinion yang dikeluarkan pada 7 Juni 2011 lalu, secara tegas menolak akuisisi ini, demi menjamin semangat UU Penyiaran. PT EMTK tetap ngotot, padahal dengan mengakuisisi Indosiar, PT EMTK akan memiliki tiga frekuensi di satu provinsi yakni SCTV, O Channel, dan Indosiar.

Bagaimana pun, kata Boni, akuisisi yang dipaksakan oleh pemerintah telah mengkhianati roh UU Penyiaran yang sangat demokratis, dengan memberi ruang kepada keragaman kepemilikan (diversity of ownership) dan keragaman konten (diversity of content).

Lebih lanjut Boni melihat, sikap Bapepam-LK ini tidak lepas dari ketidaktegasan Kementerian Kominfo selaku regulator, yang justru membiarkan hal ini terjadi. Ini dikuatkan dengan pernyataan Menkominfo Tifatul Sembiring bahwa UU Penyiaran tidak menjangkau akuisisi tingkat holding, sehingga diserahkan begitu saja kepada Bapepam-LK.

"Ini yang sangat disayangkan. Kementerian yang seharusnya menjalankan UU Penyiaran justru membiarkan PT EMTK melakukan pemusatan kepemilikan frekuensi milik publik," katanya.

Sementara itu, Kepala Humas Kemkominfo Gatot Dewa Broto mengatakan, pihaknya tidak mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan UU. "Prinsip kami tetap harus mengacu pada UU," katanya.

Gatot Dewa Broto juga membantah Kementerian Kominfo mengulur-ulur waktu terkait sikap lembaga itu terhadap rencana akuisisi Indosiar oleh PT EMTK. "Kementerian Kominfo tidak ada maksud mengulur-ulur waktu, karena semata-mata melihat urgensinya," katanya.

Sementara itu, Komisi I DPR akan mempertanyakan kasus akuisisi Indosiar oleh PT EMTK kepada Menkominfo Tifatul Sembiring. Alasanya Menkominfo terkesan membiarkan akuisisi tersebut berjalan. Padahal jelas-jelas melanggar UU Penyiaran.

"Kita akan mempertanyakan langkah akusisi itu kepada Menkominfo dalam rapat kerja nanti," kata Wakil Ketua Komisi I DPR, Agus Gumiwang.

Diakui Agus bahwa secara UU Pasar Modal memang tak melanggar. Namun karena industri penyiaran terkait juga dengan UU Penyiaran, maka tetap harus dipatuhi. "Ya, benar memang kalau dari sisi UU Pasar Modal tak masalah, tapi UU Penyiaran juga harus ditaati. Intinya, kita ingin semua UU itu ditaati dan dipatuhi, termasuk UU Penyiaran," ujarnya.(*)
(J004)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011