Masih sering kita jumpai atap joglo pada bangunan di kota-kota besar di Pulau Jawa, termasuk Ibu Kota Jakarta
Jakarta (ANTARA) - Kalangan arsitek menyebut atap Joglo yang kerap digunakan untuk bangunan rumah di Jawa masih cocok untuk bangunan di ibu kota.
"Masih sering kita jumpai pada bangunan di kota-kota besar di Pulau Jawa, termasuk Ibu Kota Jakarta, sudah sepatutnya terus dilestarikan," kata Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Ahmad Saifudin Mutaqi. dalam seminar daring tentang arsitektur Rumah Jawa yang diselenggarakan Kenari Djaja dan Majalah Asrinesia, di Jakarta, Jumat.
Ahmad Saifudin menyebut, potensi arsitektur di Indonesia bisa dilihat juga dari nilai seni budaya yang dikandungnya, yang masih mampu menggugah pelaku seni budaya dan pemerhati arsitektur.
"Keunikan arsitektur tradisional Nusantara di seluruh Tanah Air dapat diangkat menjadi daya tarik bagi generasi muda dan pengembangan pariwisata arsitektur bagi turis mancanegara. Kita harus dapat memelihara peninggalan budaya bersejarah ini dan menyampaikannya pada khalayak luas sesuai era-nya," kata Ahmad Saifudin.
Ahmad Saifudin menambahkan, bangunan Jawa yang berarsitektur Joglo saat ini merupakan metamorfosa arsitektur masa lalu yang mudah diterima dalam era kekinian, karena bentuk, filosofi, maupun konstruksinya, mudah diadaptasi pada desain rumah modern.
"Keunikan arsitektur Joglo atau Rumah Jawa perlu terus dipelihara dan disosialisasikan, agar pengembangannya kemudian desainnya tetap berpijak pada pakem tradisi budaya yang adiluhung," katanya.
Masih dalam seminar daring tersebut, pakar ilmu Javanologi yang mendalami sejarah latar belakang bangunan tradisional Jawa, Ir. Yuwono Sri Suwito, MM dari Balai Konservasi Candi Borobudur dan Prambanan, mengatakan, banyak catatan penting tentang bangunan rumah Jawa kuno.
“Kehidupan masyarakat Jawa yang berada di sepanjang bentang pulau Jawa ini memiliki ciri keistimewaan masing-masing, sehingga setiap daerah memiliki karakteristik desain rumahnya termasuk yang tinggal di pegunungan dan pesisir,” kata Yuwono Sri Suwito.
Sedangkan pembicara lainnya Arsitek Eko Agus Prawoto, M.Arch, IAI, memaparkan, sejumlah karya arsitektur Jawa dalam konteks kekinian, yang dikatakan sebagai re-use construction.
Dari pengalaman narasumber yang arsitek praktisi dan pakar di bidang konstruksi arsitektur bambu ini, memperlihatkan bahwa pelestarian arsitektur rumah Jawa dapat terpelihara dan dikembangkan dalam arsitektur lebih baru, asal dilakukan secara baik dan benar, kata Eko.
Seminar yang diiikuti 800 peserta ini bertujuan memperkenalkan asal-usul bentuk arsitektur beratap Joglo serta memberi pengalaman baru mengenali salah satu ikon arsitektur tradisional Nusantara.
Baca juga: Jawa Tengah selesaikan pembangunan 755 ribu rumah sehat layak huni
Baca juga: "Rumah Joglo" di Pantai Glagah Rusak Parah
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Riza Harahap
Copyright © ANTARA 2022