"Peran Andi dominan, karena dia menghubungi panitera MK Zainal Arifin untuk menyerahkan surat palsu,” kata Chairuman di Gedung DPR, Jakarta, Rabu.
Oleh karena itu, Panja Mafia Pemilu akan memanggil Andi Nurpati untuk dimintai keterangannya terkait pengambilan keputusan dalam rapat Pleno KPU tanggal 2 September 2009, dimana saat itu surat palsu digunakan sebagai dasar mengambil keputusan KPU.
"Padahal sudah diketahui ada surat lain karena Bawaslu pada hari itu sudah mengajukan protes," tambah Chairuman.
Politikus dari Fraksi Partai Golkar ini mengungkapkan, Panja juga akan mendalami asal surat yang disebut palsu itu dengan meminta keterangan dari mantan Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi, mantan juru panggil MK Mashuri Hasan serta Dewi Yasin Limpo.
"Semua nanti akan kita panggil, tapi tidak berbarengan. Kalau Nesha (putri Arsyad) belum, kita lihat dulu keterangan Pak Arsyad,” tukasnya.
Sementara itu, anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat, Ramadhan Pohan merasa yakin bahwa Andi Nurpati yang kini menjabat sebagai Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat tidak terlibat dalam kasus tersebut.
"Kita percaya Ibu Andi tidak terlibat dalam kasus ini,” katanya.
Menurut dia, Panja justru melihat lebih banyak keterlibatan pihak MK dalam kasus dugaan pemalsuan surat MK itu sendiri. Untuk itu, aparat hukum harus segera menuntaskan kasus ini.
"Justru sementara ini yang kita lihat tidak ada perannya Ibu Andi di dalam pembuatan surat palsu. Justru, orang-orang dalam MK yang terlibat. Nah, ini kan belum kesimpulan, ini masih sementara. Dan akan lebih cantik lagi kalau seandainya penegak hukum masuk di dalam permasalahan ini,” tukasnya.
Anggota Komisi II Al Muzzamil Yusuf menegaskan, dari keterangan Ketua MK Mahfud MD, tidak ada alasan bagi Polri untuk tidak memproses lebih lanjut kasus ini dengan memeriksa pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini. Polri harus segera memeriksa tokoh kunci dari kasus ini diantaranya mantan Anggota KPU Andi Nurpati, mantan Hakim MK Arsyad Sanusi, dan staf MK Mashuri Hasan.
Apalagi, Polri sudah membuat kesepakatan dengan MK, MA, Kejaksaan, KPU, dan Bawas Pemilu bahwa kasus pemalsuan dan penggelapan surat negara bukanlah kasus sengketa Pemilu yang kadaluarsa, namun merupakan kasus pidana yang diatur dalam KUHP pasal 263 dan 372.
"Jadi kasus ini bukan kasus sengketa pemilu. Ini kasus pemalsuan dan penggelapan dokumen negara yang direncanakan oleh para mafia pemilu," tegasnya.
(zul)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011