Dana diterima pengelola saat ini hanya Rp10 juta per tahun, mestinya untuk kebutuhan pemeliharaan ribuan koleksi itu dibutuhkan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) sebesar Rp100 juta, kata Kepala Museum Bengkulu Ahadin, Selasa.
Koleksi yang ada saat ini mulai rusak, rapuh, dan berkarat. Untuk mengantisipasi minimnya dana perawatan pengelola museum hanya mampu melakukan perawatan ala kadarnya serta memprioritaskan perawatan pada benda yang paling rawan seperti kain, keris, dan beberapa benda lainnya.
Pihak museum hanya memamerkan 500 koleksi di ruangan pameran. selebihnya, koleksi di simpan di gudang (storage).
"Kami tidak berani menaruh koleksi yang sudah rapuh dan rentan tersebut di ruang pameran, oleh karena itulah kami hanya memamerkan lima ratus koleksi saja, itu pun koleksi yang kami nilai masih cukup baik kondisi fisiknya," katanya.
Museum Bengkulu adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang berada dalam jajaran Dinas Budaya dan Pariwisata.
Menurut Ahadin, setidaknya untuk merawat 6.000 koleksi yang ada per tahunnya dibutuhkan dana berkisar Rp 100 juta hingga Rp150 juta. namun, ia mengakui jika UPTD museum Bengkulu hanya menerima Rp10 juta per tahun. ini sudah terjadi sejak enam tahun yang lalu
Diakui Ahadin tahun 2011 UPTD menerima dana rutin kantor Rp 140 juta, bukan untuk perawatan koleksi museum. dana rutin ini untuk pembayaran rekening listrik, telepon, operasional, layanan kebersihan, honor satpam, dan lain-lain.
UPTD museum beberapa kali mengusulkan anggaran untuk perawatan namun selalu ditolak oleh Pemda. Ahadin juga mengaku ketika terjadi pembahasan anggaran pihaknya tidak pernah dilibatkan oleh kepala dinas. sehingga ia tidak bisa mempresentasikan dengan baik akan kebutuhan museum Bengkulu.
Minimnya anggaran juga berimbas pada terbatasnya koleksi museum Bengkulu. Menurut Ahadin ada tiga cara dalam mendapatkan benda koleksi museum. Pertama, mendapatkan dari masyarakat dengan cara ganti rugi. Kedua, masyarakat menyerahkan secara sukarela. Ketiga, dititipkan oleh masyarakat kepada museum untuk dirawat.
Sepanjang tahun 2011 banyak masyarakat yang menawarkan benda purbakala kepada pihak museum untuk diganti rugi, namun selalu ditolak karena keterbatasan anggaran.
Ahadin menambahkan, benda yang ditawarkan oleh masyarakat merupakan warisan budaya dan leluhur Bengkulu. Ia khawatir jika Museum Bengkulu tidak mampu menggantirugi maka benda tersebut akan lari pada kolektor. (PSO-291/Z002/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011