Singapura (ANTARA News) - Harga minyak di perdagangan Asia naik tipis sebesar 7 sen menjadi 65,80 dolar AS per barel, Kamis, karena kekhawatiran atas realita dan potensi permasalahan pasokan di negara produsen utama Iran dan Nigeria, kata kalangan pedagang. Pada 11:11 am (03.11 GMT), kontrak utama minyak jenis ringan di New York untuk pengiriman Februari nai k7 sen menjadi 65,80 dola per barel dari penutupan, Rabu, di 65,73 dolar di AS. Sebelumnya harga minyak sempat mendekati 66,93 dolar -- level tertinggi sejak 22 September 2005. Iran, eksporter minyak mentah terbesar kedua di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menghadapi kemungkinan sanksi PBB ata program nuklirnya, yang dipicu kekhawatiran akan pasokan dari produsen di Timur Tengah, kata kalangan pedagang seperti dikutip kantor-kantor berita transnasional . Menurut Lembaga Energi Atom Internasional (IAEA), Iran pekan lalu membuka penutup fasilitas nuklir utuk melanjutkan penelitian pengkayaan uranium setelah secara sukarela menghentikan. Langkah Iran itu meningkatkan kekhawatiran bahwa regim di pemerintah negara itu kemungkinan membuat bom atom. Iran sendiri bersikukuh hanya ingin membuat reaktor bahan bakar untuk pembangkit listrik. Kalangan diplomat mengatakan masalah Iran hampir dipastikan diserahkan ke Dewan Keamanan PBB ketika dewan gubernur IAEA bertemu di Vienna 2 Februari. Juga ada kekhawatiran mengenai pasokan dari produsen minyak terbesar dari Afrika, Nigeria, ketika kelompok separatis dipersalahkan atas serangkaian serangan atas instalasi perminyakan. Mereka meminta perusahaan energi asing meniggalkan negara itu. Lima serdadu terbunuh dan sembilan hilang setelah kelompok militan menyerang stasiun pompa minyak milik perusahaan Belanda-Inggris, Shell di selatan Nigeria, kata juru bicara militer Nigeria, Rabu. Krisis di Nigeria membuat Shell memangkas produksi sampai 211.00 barel per hari. lebih dari 8 persen dari total produksi negara itu. Kombinasi kondisi di kedua negara itu berdampak sensitif pada pasar saat ini," kata Mark Pervin, analis komoditas di Daiwa Securities di Melbourne, Australia. Dia juga mengatakan pasar masih khawatir mengenai Iran dan Nigeria sebagai produsen penting. Meskipun demikian, tekanan terhadap harga masih terbatas karena temperatur yang lebih hangat di musim dingin di AS yang mengurangi permintaan minyak pemanas, kata kalangan pedagang. "Meskipun, cuaca di Amerika Utara tidak seperti biasa, ancaman terganggunya ekspor minyak dari Iran memberi kontribusi atas makin tingginya minyak mentah dan produk penyulingan," kata Richard Berner, ekonom dari Morgan Stanley. Pasar juga menunggu data persediaan minyak mentah AS, Kamis, yang terlambat keluar sehari karena libur di hari Senin.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006