Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mengecam proses peradilan di Arab Saudi yang tidak transparan, seperti menyangkut jadwal persidangan, pemberitahuan eksekusi maupun akses pengacara dalam proses hukum yang sangat terbatas.

Informasi yang diperoleh ANTARA di Jakarta, Selasa, menyebutkan, proses peradilan di Arab Saudi yang tidak transparan juga dialami oleh pengacara tetap KBRI di Arab Saudi dalam proses hukum Ruyati binti Satubi yang telah dieksekusi.

Selain itu, sistem hukum di Arab Saudi memiliki karakteristik tersendiri (hak publik dan hak khusus). Masalah hukum yang dihadapi Ruyati adalah terkait dengan pelanggaran hak khusus, di mana proses pengampunan terhadap pelanggaran hak khusus harus diperoleh dari pihak keluarga/ahli waris.

Dalam kasus ini, Pemerintah bahkan Raja Arab Saudi tidak memiliki wewenang untuk memberikan maaf sebelum pihak keluarga/ahli waris memberikan maaf. Terkait hal itu, KJRI telah meminta pengampunan dari pihak keluarga namun ditolak.

Pemerintah RI senantiasa melakukan berbagai upaya untuk melindungi WNI di luar negeri termasuk memastikan hak-hak WNI yang menghadapi ancaman hukuman mati di luar negeri dapat terpenuhi.

Sejak periode tahun 1999-2011 Pemerintah RI telah membebaskan atau mengubah hukuman mati yang dihadapi WNI sebanyak 84 orang. Khusus di Arab Saudi pada periode tahun 2009-2011 ini telah dibebaskan sebanyak 4 orang dari 28 kasus yang selama ini ada.

Di sisi lain, Ruyati telah terbukti melakukan tindak pembunuhan dan telah mengakui hal tersebut. Akibat dari pengakuan tersebut, maka proses hukum lebih cepat dari kasus lainnya di mana terdakwa menyangkal ataupun dalam posisi untuk membela diri.

Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri RI juga telah mengambil sejumlah langkah di antaranya pada 20 Juni telah memanggil Dubes Arab Saudi di Jakarta, segera setelah yang bersangkutan tiba di Jakarta.

Pada kesempatan tersebut, Pemerintah secara resmi menyampaikan sikap dan kecaman/protes terhadap proses pelaksanaan hukuman atas eksekusi Almarhumah Ruyati.

Dalam jawabannya, Dubes Saudi menyatakan segera menyampaikan nota protes yang berisi sikap Pemerintah RI kepada Pemerintah Arab Saudi, menyampaikan permintaan maaf dan penyesalan terhadap pelaksanaan hukuman terhadap Almarhumah Ruyati, serta menyampaikan tekadnya agar hal-hal seperti ini tidak akan terjadi kembali di kemudian hari.

Selain itu, pemerintah juga telah memanggil Dubes RI di Riyadh untuk konsultasi ke Jakarta.

Kementerian Luar Negeri juga akan memfasilitasi kunjungan keluarga almarhumah Ruyati ke Arab Saudi dan akan memperjuangkan seluruh hak-hak Almarhumah.

Sedangkan dalam kasus Darsem, Pemerintah telah memutuskan untuk memenuhi atau membayar uang diyat bagi Darsem melalui Kementerian Luar Negeri. Dana diyat tersebut pada Selasa, 21 Juni 2011, telah dikirim ke KBRI Riyadh untuk proses pembayaran kepada pihak keluarga ahli waris korban.

Dengan dibayarkannya uang diyat tersebut, maka ancaman hukuman mati bagi Darsem dalam konteks pelanggaran hak khusus dapat dihindari.
(A041)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011