Jakarta (ANTARA) - Tikus pahlawan pendeteksi ranjau, Magawa, yang dianugerahi medali emas atas jasanya mendeteksi ranjau di Kamboja, mati pada usia 8 tahun, kata badan amal Apopo dalam siaran pers pada Selasa (11/1).
"Tikus pahlawan Magawa berpulang dengan damai akhir pekan ini. Magawa dalam keadaan sehat dan menghabiskan sebagian besar pekan lalu bermain dengan antusiasme seperti biasa, tetapi jelang akhir pekan dia mulai melambat, lebih banyak tidur siang dan menunjukkan penurunan nafsu makan di hari-hari terakhirnya," kata rilis dari badan amal itu
Selama lima tahun kariernya, Magawa menemukan lebih dari 100 ranjau darat dan bahan peledak lainnya. Capaian itu membuat Magawa menjadi tikus pahlawan paling sukses hingga saat ini, kata Apopo.
Apopo adalah organisasi nirlaba yang melatih tikus berkantung raksasa Afrika untuk menyelamatkan nyawa dengan mendeteksi ranjau darat.
"Kontribusinya memungkinkan masyarakat di Kamboja untuk hidup, bekerja, dan bermain, tanpa takut kehilangan nyawa atau anggota tubuh," kata Apopo.
Pada September 2020, Magawa dianugerahi medali emas dari badan amal kedokteran hewan Inggris, People's Dispensary for Sick Animals, atas jasanya mendeteksi ranjau darat di Kamboja sebelum dia pensiun pada Juni 2021.
Magawa lahir dan dilatih di Tanzania oleh Apopo untuk mendeteksi aroma bahan kimia eksplosif yang digunakan dalam ranjau darat dan menunjukkannya kepada pawangnya.
Konflik regional dan internal menjadikan Kamboja sebagai salah satu negara terdampak perang yang paling banyak memiliki sisa-sisa ranjau dan bahan peledak. Diperkirakan ada 4 hingga 6 juta ranjau darat dan amunisi lainnya yang tersisa dari konflik yang berlangsung hampir tiga dekade.
Ledakan ranjau darat dan sisa persenjataan yang tidak meledak (unexploded ordnance/UXO) menewaskan 11 orang dan melukai 33 lainnya di Kamboja pada 2021, menurut sebuah laporan pemerintah Kamboja.
Laporan itu menyebutkan bahwa dari 1979 hingga 2021, ledakan ranjau darat dan UXO menewaskan sedikitnya 19.808 orang dan membuat 45.156 lainnya terluka hingga harus menjalani amputasi.
Penerjemah: Xinhua
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2022