Jadi jangan khawatir karena di 2022 utang akan tetap terkendali.

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu meyakini kebutuhan pembiayaan utang APBN 2022 akan lebih rendah dari target yang sebesar Rp973,6 triliun.

Kemungkinan tersebut didasarkan pada penerimaan APBN 2021 yang sangat kuat, sehingga trennya akan berlanjut di tahun 2022, bahkan diperkirakan akan lebih kuat.

"Jadi jangan khawatir karena di 2022 utang akan tetap terkendali," tegas Febrio dalam Taklimat Media – Tanya BKF yang bertajuk "Dinamika Ekonomi Terkini dan Strategi Kebijakan Fiskal" di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Kemenkeu perkirakan defisit APBN 2022 turun ke 4,3 persen PDB

Ia menjelaskan penyebab penurunan kebutuhan pembiayaan utang di tahun 2022 adalah pengelolaan utang yang sangat hati-hati di Kemenkeu oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR).

Selain itu, terdapat kebijakan burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) melalui surat keputusan bersama (SKB) II dan III yang berdampak pada biaya bunga yang dibayar pemerintah.

"Jadi kelihatan sekali koordinasi antara fiskal dengan moneter selama beberapa tahun ini, dan ini tentunya merupakan kebiasaan yang sangat baik kita bisa melihat kondisi ekonomi yang sama. Nah ini juga akan berdampak di 2022," kata Febrio.

Di sisi lain, terdapat pula Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang akan berisi berbagai reformasi perpajakan yang memicu peningkatan pendapatan negara.

Ia pun mengungkapkan seluruh upaya tersebut telah berhasil mengurangi kebutuhan pembiayaan utang pada 2021 secara signifikan, yakni sekitar Rp200 triliun.

Baca juga: Kemenkeu proyeksi ekonomi triwulan IV-2021 melesat 5,1 persen

Implikasinya, bunga utang di tahun 2021 sudah menurun sekitar puluhan triliun dibanding dengan target APBN, sehingga tren yang sama akan terjadi pada tahun ini.

Kendati demikian, Febrio tak memungkiri masih terdapat beberapa risiko global yang harus diwaspadai, mulai dari pengurangan pembelian obligasi Bank Sentral AS, tingginya inflasi dunia, hingga perlambatan perekonomian beberapa negara.

"Itu akan tetap menjadi risiko yang kami kelola, sehingga kami siap mengantisipasi risiko itu," pungkasnya.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022