Jakarta (ANTARA News) - DPP PKB hasil Muktamar Surabaya menilai, wacana tentang rencana penerbitan majalah "Playboy" Maret mendatang sudah cukup, dan tinggal aksi pemerintah sebagai pihak yang berwenang mengambil tindakan. "Pemerintah tentu sudah tahu bahwa rencana penerbitan majalah Playboy mendapat begitu banyak tentangan. Kini tinggal kita tunggu aksi pemerintah. Aspirasi masyarakat luas ini hendaknya tidak diabaikan begitu saja," kata Sekjen PKB Idham Cholied ketika dihubungi di Jakarta, Kamis. PKB sendiri menilai majalah "Playboy" bukan sarana pendidikan yang tepat dan tidak sesuai dengan kultur dan kondisi obyektif masyarakat Indonesia. Sebagai partai yang didirikan para ulama, kata Idham, sudah tentu PKB menolak rencana penerbitan majalah itu. Lebih lanjut Idham menyatakan, saat ini sudah banyak materi yang disiarkan media massa, baik cetak maupun elektronik, yang kurang mendidik meski faktanya banyak disukai kalangan masyarakat, seperti majalah atau koran yang menjual sensualitas, tayangan sinetron maupun reality show yang menyajikan hal-hal mistik . "Masak ini mau ditambah lagi dengan majalah Playboy. Memang jika dilempar di pasaran kemungkinan akan ada yang membeli. Tayangan sinetron dan mistik pun memiliki rating tinggi, bukti disukai masyarakat. Tapi kita semua tahu itu bukan hal yang mendidik dan sudah sepatutnya dihentikan," katanya. Batalkan Organisasi kepemudaan, KNPI pun bersikap sama. Ketua KNPI Syahrin Hamid menyatakan, sebaiknya pihak yang berencana menerbitkan "Playboy" membatalkan niatnya. Jika memang mereka tetap ingin bergerak di bidang media, katanya, sebaiknya menyajikan materi yang mendidik dan tidak mengundang polemik. "Acara-acara televisi dan sejumlah media telah begitu mempengaruhi gaya hidup anak-anak muda kita, baik yang positif maupun negatif. Kita khawatir Playboy akan menambah dampak negatif tersebut sehingga sebaiknya tidak usah diterbitkan," katanya. Menurut Ketua Umum Barisan Muda PAN itu, kesadaran pihak penerbit sangat diperlukan dalam hal ini karena jika hanya melihat sisi administratif kemungkinan tidak ada masalah karena dikabarkan izin penerbitan majalah itu sudah turun. "Dari sisi hukum mungkin juga lolos karena aturan mengenai pornografi juga belum tegas benar. Saya sebenarnya setuju dengan Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid-red) bahwa karena negara ini negara hukum maka hukum harus jadi acuan. Tapi masalahnya kita semua tahu hukum kita masih banyak celah dan bukan rahasia jika tingkat kepercayaan masyarakat pada hukum kini juga merosot," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006