Jakarta (ANTARA) - Perusahaan market research global, Ipsos, mengumumkan hasil survei terbaru "South East Asia (SEA) Ahead gelombang ke-5" dengan rincian bahwa 63 persen masyarakat Indonesia menyatakan penting untuk mendapatkan vaksinasi booster.
Laporan ini merupakan hasil survei gelombang kelima yang melibatkan total 3.000 responden untuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina melalui survei online pada 29 Oktober - 8 November 2021.
Baca juga: Kabupaten Bekasi mulai melaksanakan vaksinasi penguat
Ipsos dalam siaran resmi pada Rabu melaporkan, dari total responden Indonesia ditemukan bahwa 70 persen di antaranya telah menerima suntikan vaksin dosis 1 dan 2, 20 persen baru mendapatkan suntikan dosis pertama, dan sisanya 10 persen belum divaksin.
Sementara itu, 15 persen di antara mereka yang sudah mendapatkan vaksin 1 dan 2, mengaku sudah divaksin dosis ketiga atau booster, dan sisanya 85 persen menyatakan belum.
Wacana Pemerintah mengenai vaksinasi booster disambut baik oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Berdasarkan hasil survei Ipsos, dari jumlah responden yang sudah divaksin dosis pertama dan kedua, 85 persen di antaranya berminat untuk mendapatkan suntikan vaksin booster bila disediakan oleh Pemerintah secara cuma-cuma atau tanpa berbayar.
Sedangkan, bila vaksin booster ini hanya tersedia melalui skema berbayar pribadi, 32 persen responden mengaku tetap berminat untuk divaksin.
Banyak masyarakat Indonesia menyatakan setuju (62 persen) menjadikan vaksinasi sebagai syarat untuk melakukan aktivitas publik. Di samping itu, hasil survei terbaru Ipsos ini juga diketahui bahwa lebih banyak orang Indonesia yang mengungkapkan ketidaknyamanan dalam berinteraksi dengan orang yang tidak atau belum divaksinasi dibandingkan negara lain.
Mayoritas masyarakat Indonesia (46 persen) benar-benar menghindarinya, bahkan tidak sama sekali berinteraksi, 68 persen masyarakat merasa tidak nyaman namun tetap masih bisa berinteraksi, dan 22 persen merasa biasa-biasa saja.
Optimisme pemulihan ekonomi
Kembalinya mobilitas masyarakat telah mendorong aktivasi bisnis dan ekonomi nasional. Berdasarkan hasil survei Ipsos, 46 persen masyarakat Indonesia merasa kondisi ekonomi nasional saat ini baik, bahkan sangat baik.
Lebih jauh, mayoritas masyarakat (79 persen) optimistis ekonomi nasional akan semakin pulih dan kuat dalam 6 bulan ke depan. Persentase optimisme masyarakat Indonesia adalah yang tertinggi dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya, Filipina 61 persen, Vietnam 46 persen, Malaysia 43 persen, Singapura 40 persen, dan Thailand 35 persen.
Selain itu, banyaknya masyarakat Indonesia yang optimis ekonomi nasional akan semakin kuat telah meningkat cukup signifikan dibandingkan hasil survei gelombang ke-4 pada Juni 2021 (68 persen).
Baca juga: 1,8 juta vaksin COVID-19 AstraZeneca kembali tiba di Tanah Air
Baca juga: Vaksinasi tak mengurangi risiko tertular Omicron
Baca juga: DKI kerja keras persiapkan vaksinasi "booster"Aktivitas dan perilaku belanja masyarakat
Pandemi memberikan dampak nyata terhadap pandangan dan gaya hidup masyarakat. Di Asia Tenggara, 89 persen masyarakat merasakan dampak pandemi secara signifikan.
Baca juga: 5,3 juta anak sudah divaksin COVID-19
Di Indonesia, 64 persen masyarakat merasakan cukup mengalami perubahan, 36 persen merasakan perubahan signifikan, 8 persen merasa perubahan tidak signifikan, dan 3 persen merasa tidak ada perubahan.
Hal itu berbeda dengan Vietnam dan Thailand, yang mayoritas masyarakatnya merasakan perubahan sangat signifikan akibat pandemi, 88 persen dan 64 persen pada masing-masing negara.
Sebagian besar masyarakat di Asia Tenggara juga mulai lebih percaya diri dan nyaman untuk melakukan berbagai aktivitas di luar dibandingkan pada periode survei gelombang ke-4.
Indonesia menjadi negara berpresentase tertinggi di Asia Tenggara untuk melakukan aktivitas seperti makan di restoran 62 persen, berkunjung ke rumah teman atau kerabat 73 persen, menghadiri acara/pertemuan 54 persen, menggunakan transportasi umum 55 persen, pergi ke pusat olahraga/gym 57 persen, dan berpergian domestik (59 persen) bahkan ke luar negeri (36 persen) pada 3 bulan ke depan.
Melihat pada aktivitas belanja masyarakat, secara garis besar masyarakat Asia Tenggara dalam 6 bulan terakhir lebih banyak melakukan aktivitas digital atau online seperti menggunakan pembayaran non-tunai (50 persen), belanja online (51 persen), dan menggunakan media sosial 48 persen.
Baca juga: Pemkab Bekasi siapkan vaksin penguat AstraZeneca dan Pfizer
Lebih lanjut, produk esensial seperti makanan siap saji atau easy to cook, produk kebersihan, dan produk perawatan pribadi masih akan tetap menjadi prioritas masyarakat dibandingkan kategori produk non-esensial seperti pakaian, buku, mainan anak.
Perihal pilihan saluran belanja masyarakat Indonesia selama pandemi, 84 persen mengaku berbelanja melalui e-commerce, 51 persen mengaku masih berbelanja di toko seperti supermarket, toko kelontong, pasar tradisional, 35 persen belanja menggunakan aplikasi transportasi, 28 persen belanja di toko online pada media sosial seperti Instagram, 17 persen menghubungi langsung penjual dan mengirimkannya secara pribadi, dan 6 persen melalui layanan online terpercaya.
"Pandemi mendorong penjual maupun pembeli menggunakan teknologi digital. Perlunya pembatasan interaksi dengan banyak orang, mengurangi mobilitas di tempat umum, seperti mall, tentu membuat belanja online menjadi pilihan yang paling digemari selama pandemi," ujar Soeprapto Tan, Managing Director Ipsos in Indonesia pada Rabu.
"Namun, terlihat dari hasil survei terbaru Ipsos ini bahwa ternyata belanja secara offline, di toko, pasar, dan supermarket masih digemari (51 persen). Selain itu, para pedagang ritel seperti di pasar mengadopsi kebiasaan baru dalam berjualan, yaitu dengan layanan pesan-antar, dimana mereka menerima pesanan melalui pesan pribadi lalu mengirimkannya ke rumah pembeli. Dan terlihat dari hasil survei, 17 persen masyarakat memilih alternatif saluran belanja ini.” tutur Soeprapto.
Hasil survei SEA Ahead gelombang kelima juga menunjukkan konsumen di Asia Tenggara sudah mulai mengakses (69 persen) dan belanja produk (66 persen) melalui livestreaming.
Adapun platform yang biasa digunakan konsumen untuk mengakses livestreaming, yaitu media sosial seperti Facebook, live Instagram, live Youtube (83 persen), e-commerce platform seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, dan lainnya (64 persen), serta platform atau aplikasi khusus livestreaming seperti Twitch, Periscope, dan lainnya (11 persen).
“Belanja livestreaming memberikan konsumen pengalaman interaktif berbeda dengan brand, mereka merasa terhubung langsung dengan brand, meskipun secara online," kata dia.
"Selain itu, layanan belanja livestreaming memberikan nilai tambah pada hubungan antara brand dan konsumen. Di Indonesia sendiri, 78 persen konsumen pernah mendengar dan mengetahui alternatif belanja melalui livestreaming, 71 persen dari mereka sudah pernah mengaksesnya, dan 56 persen di antaranya mengaku pernah berbelanja saat livestreaming tersebut,” ujar Soeprapto.
Kepercayaan diri masyarakat di Asia Tenggara untuk melakukan pembelian kategori major purchase atau belanja dengan nilai besar, seperti rumah dan mobil, rata-rata mengalami peningkatan dibandingkan pada hasil survei gelombang lalu.
Kenaikan paling signifikan terjadi di Indonesia, yang mana meningkat 16 persen, di mana pada gelombang ke-4 berada pada 6 persen namun pada gelombang ke-5 ini menjadi 22 persen.
Baca juga: Benarkah vaksinasi COVID-19 pengaruhi siklus menstruasi?
Baca juga: Menkes: Pemberian dosis penguat pertimbangkan ketersediaan vaksin
Baca juga: Tingkat vaksinasi rendah, kematian di Polandia lampaui 100.000
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022