Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), M. Jumhur Hidayat, meminta masyarakat untuk tidak mengaitkan antara peristiwa hukuman pancung terhadap TKI Ruyati binti Sapubi di Arab Saudi dengan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Jenewa tentang masalah buruh.

"Kami meminta kepada masyarakat jangan mengaitkan peristiwa tersebut dengan pidato SBY di ILO," katanya melalui pesan singkat kepada ANTARA News di Jakarta, Minggu.

Presiden dalam forum resmi organisasi buruh sedunia (Internastional Labour Organization/ILO) yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan sejumlah hal menyangkut masalah dan upaya Pemerintah Indonesia memperbaiki nasib buruh.

Jumhur mengatakan, dalam masalah ketenagakerjaan, perbaikan-perbaikan terus dilakukan, termasuk di Arab Saudi yang telah menandatangani Joint Statement (semacam letter of intent/LoI) dan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU), yg akan ditandatangani pada tahun ini.

"Peristiwa hukuman bagi almarhumah Ruyati adalah lebih pada peristiwa pidana dibanding peristiwa perselisihan perburuhan," katanya.

Jumhur juga menyatakan keprihatinan mendalam terhadap peristiwa tersebut. "Kami sangat prihatin dan menyesalkan pelaksanaan hukuman mati tersebut," katanya.

Jumhur menjelaskan eksekusi mati tersebut telah dilaksanakan di Provinsi Makkah pada Sabtu (18/6) siang waktu setempat.

"Sebelumnya, KJRI Jeddah telah berupaya keras agar almarhumah tidak dihukum mati dengan meminta lembaga pemaafan (lajnatul afwu) untuk membebaskan dari hukuman mati tersebut," katanya.

Namun, keluarga korban meninggal yang dibunuh oleh almarhumah Ruyati bersikeras tidak mau memaafkan. Dalam persidangan pun Ruyati mengakui melakukan pembunuhan itu.

Jumhur mengemukakan, hukum di Arab Saudi memang demikian adanya, bila seseorang membunuh, maka pengadilan akan menjatuhkan hukuman mati sampai keluarga korban memberi maaf untuk tidak dihukum mati.

Sebelumnya, wanita bernama Raiaiti Beth Sabotti Sarona, menurut penyalinan huruf dari bahasa Arab, terbukti bersalah membunuh wanita Arab Saudi, Khairiya binti Hamid Mijlid, dengan menyerangnya berulangkali pada kepala dengan pemotong daging dan menikamnya di leher, kata kementerian Dalam Negeri Saudi dalam sebuah pernyataan yang diangkat oleh kantor berita resmi SPA.

Kantor berita itu tidak menguraikan motif kejahatan itu, ataupun mengungkapkan hubungan antara kedua wanita itu. Tapi, beberapa pejabat Indonesia mengatakan bahwa sekitar 70 persen dari 1,2 juta warga Indoesia yang bekerja di Arab Saudi adalah staf domestik (rumah tangga).

Pemancungan di provinsi Makkah di Saudi barat itu membuat jumlah eksekusi di kerajaan yang sangat konservatif itu pada tahun ini menjadi 28 orang, demikian hitungan AFP berdasarkan pada laporan-laporan pejabat dan kelompok hak asasi manusia (HAM).
(T.W004)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011