"Demokrasi yang dibangun dalam sepuluh tahun terakhir mengecewakan masyarakat. Kebebasan yang tanpa batas, tidak menyejahterakan rakyat, melahirkan politik uang, menghasilkan pemimpin yang korup," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Sabtu.
Ia mengemukakan hal itu saat menyampaikan pidato kebangsaan dalam acara `peluncuran awal` peringatan Hari Lahir ke-85 NU di kantor PBNU, yang dihadiri sejumlah tokoh nasional, antara lain Taufik Kiemas, Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, dan Wiranto.
Dikatakannya, kebebasan yang dirasakan tanpa batas, tidak menyejahterakan rakyat, menyuburkan politik uang, serta menghasilkan pemimpin yang tidak amanah, merupakan hasil dari sistem demokrasi yang semata-mata menekankan prosedur dan tidak berorientasi pada pengembangan nilai-nilai luhur, serta tidak mengedepankan kepentingan rakyat.
"Bagi NU, demokrasi adalah alat untuk menyejahterakan rakyat, bukan tujuan. Demokrasi bukanlah kebebasan yang tanpa batas. Demokrasi bukan sekadar prosedur tetapi demokrasi adalah nilai-nilai," katanya.
Karena itu, lanjutnya, pelaksanaan demokrasi harus dibatasi oleh moral, hukum, kesepakatan pendiri bangsa, dan disangga oleh budaya bangsa.
NU mengajak elemen bangsa untuk mengevaluasi demokrasi yang sedang berlangsung dengan prinsip demokrasi haruslah mampu menjaga keutuhan bangsa, menciptakan keadilan, dan memberikan kesejahteraan pada rakyat.
Demokrasi, kata Said Aqil, juga harus mampu menjaga kebersamaan dalam kebinekaan, memperhatikan prinsip permusyawaratan/perwakilan yang mencerminkan keragaman bangsa, dan tidak semata-mata berdasarkan mekanisme pemilihan.
"Demokrasi juga harus mampu menjamin kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa," katanya.
(S024/Z002)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011