Kairo (ANTARA News) - Kementerian Kehakiman Mesir hari Kamis memberlakukan larangan perjalanan terhadap dua wanita menantu Presiden terguling Hosni Mubarak dan anak-anak mereka, kata seorang pejabat pengadilan kepada AFP.
Assem al-Gohari, yang memimpin Otoritas Penanganan Keuntungan Haram di kementerian itu, memerintahkan larangan perjalanan pada Heidi Rashekh dan Khadiga al-Gammal, istri dari Alaa dan Gamal Mubarak, serta anak-anak mereka, kata pejabat itu.
Keputusan itu diambil setelah terungkap bahwa kedua wanita tersebut menerima harta-benda dari mantan Menteri Perumahan Ibrahim Suleiman, yang diserahkan ke sebuah pengadilan kriminal pada Kamis atas tuduhan korupsi.
Mubarak dan putra-putranya akan menghadapi persidangan pada 3 Agustus atas tuduhan memerintahkan pembunuhan pemrotes selama pemberontakan yang menggulingkan pemimpin kawakan tersebut.
Mereka dan sejumlah mantan menteri juga menghadapi persidangan atas tuduhan korupsi.
Otoritas Penanganan Keuntungan Haram melakukan serangkaian wawancara dengan Mubarak, keluarganya dan para mantan pejabat pemerintahnya sebagai bagian dari penyelidikan menyeluruh mengenai korupsi oleh penguasa baru militer Mesir.
Mubarak kini ditahan di sebuah rumah sakit di daerah pesisir Laut Merah Sharm el-Sheikh, tempat ia berada sejak menderita gangguan jantung selama interogasi.
Putra-putranya, Alaa dan Gamal, ditahan di penjara Tora, Kairo selatan, dimana rejim Mubarak menahan para pembangkang politik.
Mesir dilanda pergolakan anti-pemerintah sejak 25 Januari.
Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di negara itu, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri pada 11 Februari setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.
Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.
Pergolakan di Mesir itu merupakan buntut dari demam demokrasi di Tunisia. Demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.
Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.
Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011