Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah ingin menyederhanakan pola pemberian tunjangan pensiun bagi pegawai negeri sipil dan pejabat negara dari model pembayaran diakhir masa jabatan menjadi model angsuran agar tidak membebani anggaran negara.
"Jadi selama ini pembayaran pensiun memakai model diakhir masa jabatan atau `pay as you go` dan ditanggung APBN, tapi pensiun menurut PP 25 tahun 1981 arahnya ke `fully funded (model angsuran) dan kalau diterapkan itu artinya pemerintah kan menggiurkan," ujar Dirjen Perbendaharaan Agus Suprijanto di Jakarta, Kamis.
Namun, menurut Agus, pemerintah belum saatnya menerapkan "fully funded" karena kondisi saat ini belum memungkinkan dan sebagian besar negara juga masih menerapkan "pay as you go".
Ia juga menambahkan sistem atau model "fully funded" belum dapat diterapkan karena sistem tersebut masih dirasakan rumit namun penerapannya tidak akan membebani anggaran negara.
"Kalau `fully funded` (angsuran) pasti tidak masalah, berapa yang anda angsur, segitu yang anda terima. Tapi kan pensiun kita mendapat manfaat pasti, sebesar sekian persen dari gaji pokok ditambah tunjangan anak istri. Itu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Untuk mendapatkan klaim pensiun sebesar itu, setiap bulan sampai dia mati, dia harus mengangsur besar sekali setiap bulannya," ujar Agus.
Dengan pola "fully funded", pegawai yang ditanggung biaya pensiunnya tersebut perlu menyicil biaya pensiun yang cukup besar demi memenuhi kebutuhan dan tanggungan sejak memasuki masa pensiun.
"Kalau mau `fully funded` harus iuran pasti. Tapi kalau mau manfaat pasti, tidak bisa iuran pasti. Terlalu besar nanti iuran yang harus dibayar setiap bulannya oleh peserta," kata Agus.
Agus mengatakan saat ini pola "pay as you go" masih diberlakukan karena belum terlalu membebani anggaran dan pemerintah telah menganggarkan tunjangan pensiun sebesar Rp40 triliun - Rp50 triliun dalam APBN.
"`Tak ada masalah Pay as you go` untuk yang pensiun. Dia termasuk dialokasi belanja pegawai dan dalam APBN itu sebagian untuk membayar pensiun. Porsinya antara Rp40 triliun - Rp50 triliun kalau tidak salah per tahun. Masih lebih kecil dari bunganya," ujarnya.(*)
(T.S034/S025)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011