"Ini yang pertama. Jadi, `sikap hukum` untuk memberikan efek jera itu terkait dengan pribadi Ba`asyir, bukan ditujukan kepada sebuah agama tertentu," tegasnya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Kedua, menurut profesor ilmu hukum ini, arah vonis itu dapat dipahami sebagai upaya menghambat aksi teror yang membuat masyarakat kurang nyaman.
"Dua hal inilah yang penting untuk dipahami, agar jangan ada polemik berkepanjangan, karena kita harus tegakkan hukum, sebab kita negara hukum berdasarkan Pancasila. Itu jelas dan tegas," tandasnya.
Karenanya, ia mengimbau semua pihak, agar menjadikan vonis ini sebagai bahan debat, apalagi diarahkan sebagai topik diskusi di berbagai forum, termasuk oleh pers.
"Mari kita jaga ketenteraman bersama. Semua harus bisa berkontribusi membangun suasana damai dan nyaman, bukan sebaliknya, mencari-cari cara agar kita selalu berbeda, apalagi pecah belah," ujarnya.
Ia juga menegaskan, hukum yang kita anut tidak pernah memberi keistimewaan kepada orang atau pribadi tertentu, apa pun latarnya.
"Siapa pun yang melanggar hukum, pribadi dia harus mempertanggungjawabkan. Tak perlu dilihat atau dikaitkan dengan apa latar agama dan sukunya. Semuanya harus sama di hadapan hukum," tandasnya lagi.
Prof Dr Gayus Topane Lumbuun, SH ini juga mengingatkan, proses penegakkan hukum atas kasus-kasus terorisme, tindak pidana korupsi dan pemberantasan Narkoba, mestinya lebih tegas.
(M036/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011