Gusti di Gedung DPR di Senayan Jakarta, Kamis dalam keterangan sebagai hak jawab menyatakan, Bambang tidak pernah datang langsung ke pressroom DPR sehingga tidak tahu fakta sebenarnya.
Gusti meminta Bambang tidak asal berbicara tanpa bukti dan data. "Saya tidak tahu apa karakter dia seperti itu yang menuduh orang tanpa bukti. Wartawan di pressroom DPR semua terdata dan jelas media massanya," kata Gusti Lesek yang berasal dari harian Suara Pembaruan.
Menurut Gusti Lesek, Bambang Harimurti asal sebut data. "Kami di sini tidak sampai 1.000 orang. Yang terdata resmi hanya 137 wartawan dari berbagai media cetak, online, radio dan televisi. Seorang wartawan biar bagaimanapun harus menulis atau menyatakan sesuatu berdasarkan fakta dan memperhatikan akurasi," kata Gusti.
Mantan Ketua Pressroom DPR, Sulistiyo, juga menyesalkan seorang wartawan senior sekelas Bambang Harimurti membuat pernyataan tanpa didasari informasi yang cukup. "Pernyataan itu membuat rekan-rekan wartawan di Pressroom DPR kehilangan rasa hormat pada seniornya sekelas Bambang Harimurti," katanya.
Sedangkan Andi Aritonang yang juga Kepala Biro Harian Waspada Medan, mengatakan Dewan Pers tidak berhak menertibkan wartawan, karena yang berhak menertibkan itu justru organisasi wartawan seperti PWI dan AJI.
Sebelumnya Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harimurti, di sela-sela Lokakarya Kode Etik Jurnalistik di Surabaya, Kamis mengatakan, Dewan Pers segera menertibkan wartawan yang biasa meliput di DPR atas permintaan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR. "Kami kemarin (15/6) diundang rapat BURT untuk membahas rencana penertiban wartawan di DPR," kata Bambang.
Berdasarkan data dari BURT, dia menyebutkan bahwa jumlah wartawan di DPR mencapai angka 1.000 orang, sementara yang aktif melakukan liputan tak lebih dari angka 100 orang. "Bahkan, sekretariat wartawan atau `pressroom` di gedung DPR bukan ditempati wartawan yang jelas profesinya. Yang menempati ruang itu wartawan tidak jelas," kata mantan Pemred Majalah Tempo itu.
Ironisnya lagi, lanjut Bambang, wartawan tidak jelas itu sering kali berpraktik sebagai juru lobi. "Mereka punya pas (ID Card) khusus DPR yang bisa dibawa ke mana-mana untuk mencari duit," katanya.
Ia kemudian mencontohkan pengaturan wartawan di gedung parlemen di Amerika Serikat. "Di sana itu awalnya tidak ada pengaturan wartawan, sehingga jumlahnya banyak dan sebagian juga berpraktik sebagai tukang lobi," katanya.
Lalu sekretariat parlemen di AS mengeluarkan aturan yang memisahkan peran jurnalis dan pelobi. "Begitu ada wartawan yang kedapatan melakukan lobi maka kartu wartawannya langsung dicabut," katanya menegaskan.
Upaya lainnya adalah dengan menghidupkan kembali kepengurusan sekretariat wartawan di DPR. "Tapi yang menentukan kepengurusan jangan BURT," ujar Bambang.
Ia mengusulkan struktur kepengurusan di sekretariat wartawan DPR berdasarkan perwakilan dari wartawan televisi, radio, cetak, kantor berita, media "online" (dalam jaringan) dan fotografer. "Dengan demikian maka keberadaan sekretariat lebih terkoordinasi dan terjadilah seleksi secara alamiah sesuai kompetensinya," katanya.
(ANTARA)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011