Banyak makam-makan ulama Aceh pada abad ke-17 dan 18 kurang diperhatikan, padahal keberadaannya sangat penting untuk diingat kembali bagaimana peradaban dan perkembangan Islam di Aceh.

Banda Aceh (ANTARA News) - Pemerhati sejarah menilai Pemerintah Kota Banda Aceh kurang memperhatikan makam-makam para ulama yang telah berjasa mengembangkan agama Islam di Provinsi Aceh, sehingga banyak peninggalan masa lalu yang terabaikan.

"Banyak makam-makan ulama Aceh pada abad ke-17 dan 18 kurang diperhatikan, padahal keberadaannya sangat penting untuk diingat kembali bagaimana peradaban dan perkembangan Islam di Aceh," kata pemerhati sejarah Nab Bahany dan Tarmizi A Hamid, di Banda Aceh, Kamis.

Banda Aceh yang merupakan daerah tujuan wisata Islami, kata Nab Bahany, seharusnya lebih memperhatikan peninggalan-peninggalan sejarah seperti itu, karena selain untuk mengenang masa lalu, juga sebagai objek wisata bagi umat Islam dari dalam dan luar negeri.

Ia menyatakan, sebenarnya wisatawan yang datang ke Aceh, khususnya Banda Aceh ini hanya ingin melihat peninggalan sejarah, karena mereka mengetahui bahwa daerah ini merupakan awal perkembangan Islam di Asia Tenggara.

"Jadi, sebagai bukti bahwa Banda Aceh ini sebagai daerah perkembangan dan peradaban Islam di Asia Tenggara pada abad 17 dan 18, perlu ada bukti sejarah, yaitu salah satunya makam-makam para ulama," katanya.

Nab Bahany mencontohkan makam para ulama Aceh yang berada di Kampung Baru, Kecamatan Baiturrahman, kini tidak terawat lagi, padahal keberadaannya memiliki hubungan emosional antara Aceh dengan Arab Saudi. Makam tersebut merupakan kuburan Sultan Aceh keturunan Jamalulay dari Arab Saudi.

Bahkan salah satu makam tersebut terdapat ulama bernama Habib Abdurrahman (Habib Bugak), salah seorang penasehat pada Kesultanan Aceh abad 18. Habib Bugak yang memiliki harta berupa tanah di Mekkah yang diwakafkan untuk rakyat Aceh yang dikenal dengan Baitul Asy, katanya.

"Jadi, makam tersebut merupakan sejarah, tidak hanya tentang Islam, tapi adanya hubungan antara Aceh dengan Arab Saudi. Tapi, peninggalan tersebut kini kurang terjaga dan terkesan dibiarkan, padahal bila dirawat dengan baik, maka akan banyak masyarakat yang berziarah ke makam tersebut," katanya.

Selanjutnya, kata Tarmizi, makam ulama yang terdapat di Kampung Pande, Kecamatan Kuta Raja, yang kini sama sekali tidak terawat dan terkesan sudah hilang, karena terkena stunami pada 26 Desember 2004.

Keberadaan makam tersebut sangat penting, karena Kampung Pande merupakan pusat peradaban dan perkembangan Islam di Banda Aceh pada waktu itu bernama Kuta Raja, katanya.

Oleh karenanya, Tarmizi yang merupakan kolektor manuskrip Aceh itu mengharapkan Pemko Banda Aceh untuk memperhatikan dengan memugar dan merenovasi makam-makam ulama Aceh, karena itu merupakan peninggalan dan bukti sejarah.

"Kalau Pemko Banda Aceh benar-benar memperhatikan makam-makam tersebut, maka umat Islam dari berbagai penjuru dunia akan lebih banyak lagi datang ke kota ini, karena Banda Aceh sudah tercatat dalam sejarah, sehingga orang ingin mengetahuinya," katanya.

(T.KR-IRW) (ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011