Pemerintah perlu menerapkan sistem penilaian kejujuran untuk sekolah. Jadi sekolah yang tingkat kejujurannya tinggi akan mendapat insentif sedang yang tingkat kejujurannya masih rendah didorong untuk memperbaiki diri.

Jakarta, 16/5 (ANTARA) - Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan mengatakan bahwa pemerintah perlu menerapkan penilaian kejujuran di sekolah-sekolah, pada Kamis di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.

"Pemerintah perlu menerapkan sistem penilaian kejujuran untuk sekolah. Jadi sekolah yang tingkat kejujurannya tinggi akan mendapat insentif sedang yang tingkat kejujurannya masih rendah didorong untuk memperbaiki diri," kata Anies di sela-sela acara pemberian apresiasi untuk ibu Siami oleh Koalisi Masyarakat Pendukung Kejujuran.

Acara yang dihadiri oleh tokoh-tokoh seperti Todung Mulya Lubis, Bambang Harymurti, Ramadhan Pohan, Imam Prasojdo, Yenny Wahid dan Fahmi Idris itu diselenggarakan untuk mengapresiasi tindakan Siami (38) yang mengungkapkan upaya kecurangan Ujian Nasional di SDN Gadel II, Tandes, Surabaya tempat anaknya Alif Ahmad Maulanda (13) bersekolah.

"Saat ini yang jujur tidak lulus sementara yang tidak jujur malah lulus, artinya sistem memberikan insentif kepada yang tidak jujur dan disintensif kepada yang jujur," ungkap Anies lagi.

Ia menilai bahwa ujian masih diperlukan oleh sekolah namun mekanisme pengukuran perlu diperbaiki.

"Pengukuran penting untuk mengetahui kinerja sekolah namun masalahnya pengukuran itu hanya ditujukan untuk anak dan hanya menjadi tanggung jawab anak, seharusnya guru atau sekolah juga dinilai dan tanggung jawab diberikan pula kepada guru, sekolah hingga dinas pendidikan," jelas Anies.

Anies mengatakan bahwa sistem pendidikan saat ini hanya menilai hasil dan bukan proses.

"Dalam sistem pendidikan yang terpenting seharusnya bukan nilai akhir melainkan proses pendidikan itu sendiri, termasuk juga kejujurang yang sesungguhnya tidak bisa diajarkan tapi dicontohnya mulai dari rumah masing-masing," ujar pria yang menggagas "Indonesia Mengajar", program yang mengirimkan guru-guru muda ke sekolah-sekolah di daerah terpencil di Nusantara selama satu tahun.

Selain para tokoh, dalam acara tersebut hadir pula Handaru Wijatmiko orangtua murid yang juga mengalami diskriminasi karena melaporkan kecurangan di tempat anaknya bersekolah anaknya, satu sekolah percontohan di Jakarta.

"Anak saya dikirimi surat yang melarangnya untuk mengikuti Ujian Nasional karena saya melaporkan kecurangan yang terjadi di sekolahnya," kata ayah Arya Bismark Adhie itu.

Akibat selanjutnya, Arya harus pindah sekolah dan hubungan dengan teman-temannya pun menjadi renggang. Handaru mengaku ada empat orangtua lain dari sekolah yang sama dengan Arya dan mengalami nasib serupa. Mereka terpaksa memindahkan anak-anaknya ke sekolah lain.

Bentuk kelanjutan dari acara apresiasi itu menurut Bambang Harymurti sebagai salah satu penggagasnya adalah penggalangan dukungan di media sosial dan di kota-kota lain.

"Kami juga mengumpulkan uang untuk ibu Siami untuk pendidikan anaknya atau bila ia dan keluarga membutuhkan rumah," ujar Bambang Harymurti yang juga Direktur Utama PT Tempo Inti Media.

Dalam acara tersebut, Siami memang tidak hadir karena telah kembali ke Surabaya. Panitia merencanakan untuk melakukan "teleconference" dengan Siami.

Kasus kecurangan sendiri mulai mencuat setelah Siami yang mengetahui anaknya diminta oleh seorang guru SDN Gadel II untuk memberikan contekan kepada teman-temannya pada UN. Siami melaporkan kepada kepala sekolah, namun karena tidak direspon maka ia melaporkan kepada dinas pendidikan setempat dan media.

Siami dan keluarga juga mengungsi dari rumah karena sejumlah warga dan wali murid sekolah itu menganggap dia mencoreng nama baik sekolah.

(T.KR-DLN/ ) (ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011