"Kami kemarin (15/6) diundang rapat BURT untuk membahas rencana penertiban wartawan di DPR," kata Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harymurti, disela Lokakarya Kode Etik Jurnalistik di Surabaya, Kamis.
Berdasarkan data dari BURT, dia menyebutkan bahwa jumlah wartawan di DPR mencapai angka 1.000 orang, sementara yang aktif melakukan liputan tak lebih dari angka 100 orang.
"Bahkan, sekretariat wartawan atau `press room` di gedung DPR bukan ditempati wartawan yang jelas profesinya. Yang menempati ruang itu wartawan tidak jelas," kata mantan Pemred Majalan Tempo itu.
Ironisnya lagi, lanjut Bambang, wartawan tidak jelas itu sering kali berpraktik sebagai juru lobi. "Mereka punya pas (ID Card) khusus DPR yang bisa dibawa ke mana-mana untuk mencari duit," paparnya.
Ia kemudian mencontohkan pengaturan wartawan di gedung parlemen di Amerika Serikat. "Di sana itu awalnya tidak ada pengaturan wartawan, sehingga jumlahnya banyak dan sebagian juga berpraktik sebagai tukang lobi," ucapnya.
Lalu sekretariat parlemen di AS mengeluarkan aturan yang memisahkan peran jurnalis dan pelobi. "Begitu ada wartawan yang kedapatan melakukan lobi maka kartu wartawannya langsung dicabut," katanya menegaskan.
Upaya lainnya adalah dengan menghidupkan kembali kepengurusan sekretariat wartawan di DPR. "Tapi yang menentukan kepengurusan jangan BURT," ujar Bambang menyarankan.
Ia mengusulkan struktur kepengurusan di sekretariat DPR berdasarkan perwakilan dari wartawan televisi, radio, cetak, kantor berita, media online, dan fotografer.
"Dengan demikian maka keberadaan sekretariat lebih terkoordinasi, dan terjadilah seleksi secara alamiah sesuai kompetensinya," katanya.
(M038/C004)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011