Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 19 orang saksi dalam persidangan kedua di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu, membeberkan berbagai pelanggaran saat pelaksanaan Pilkada Ambon 16 Mei 2011.
Para saksi itu dihadirkan ke MK oleh lima pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota periode 2011-2016 sebagai pemohon.
Lima pasangan yang mengajukan gugatan terhadap hasil Pilkada Ambon dan terdaftar dengan Nomor 68/PHPU.D-9/2011 itu yakni Daniel Palapia-La Suryadi (DAYA), Ferry Wattimury-Awath Ternate (WATE), Hesina Johana Huliselan-Machfud Waliulu (SELALU) dan Paulus Kastanya-La Hamsidi (KASIH) serta Olivia Latuconsina-Andre Hehanussa (LATUNUSA).
Majelis hakim konstitusi yang dipimpin Achmad Sodiki dan beranggotakan Haryono dan Fadlil Sumadi Haryono mendengarkan keterangan dari 19 saksi termasuk Lidya Wattimena (Ketua KPPS pada TPS 29 Kelurahan Kudamati, Kecamatan Nusaniwe).
Para saksi memberikan keterangan seputar keterlibatan anak-anak di bawah umur yang dimobilisasi dan dibayar untuk mencoblos di beberapa tempat pemungutan suara (TPS), mobilisasi massa dari tempat lain untuk mencoblos di TPS di wilayah lainnya.
Selain itu, pembagian kartu undangan oleh tim sukses pasangan PAPARISA pada saat hari pencoblosan, pemilih ganda serta orang meninggal dan pindah domisili masih terdaftar dalam Daftar pemilih tetap (DPT), penambahan TPS yang tidak wajar.
Keterlibatan jajaran KPU hingga ke struktur paling bawah yakni PPK dan PPS secara sistematis untuk memenangkan pasangan Nomor urut 3 Richard Louhenapessy-Muhammad Armyn Syarif Latuconsina (PAPARISA) dalam Pilkada itu juga disampaikan para saksi.
Beberapa saksi juga membeberkan adanya sekitar 10 ribu pemilih yang tersebar di lima kecamatan di Ambon, yakni Nusaniwe, Sirimau, Baguala, Teluk Ambon dan Leitimur Selatan yang memiliki tanggal dan bulan lahir yang sama.
"Bahkan, yang lebih parah pada TPS 13, Kelurahan Waihaong, terdapat 126 pemilih yang memiliki tanggal dan bulan kelahiran sama, yakni 1 Juli. Ini strategi yang sengaja digunakan KPU untuk mempengaruhi perolehan suara lima pasangan dan menenangkan pasangan PAPARISA," kata saksi Stanley Wattimena.
Beberapa saksi lainnya yakni Ricky Palyama, Eddy Talahatu, Abdul Gani Latuconsina dan Bartholomeus Diaz membeberkan ketidak beresan data jumlah pemilih dalam DPT yang mengalami penetapan dan perubahan sebanyak empat kali dan paling terakhir yakni pada 13 Mei 2011 atau tiga hari jelang pencoblosan tanpa diberitahukan kepada pasangan calon dan tim pemenangannya.
Setelah mendengar keterangan saksi, majelis hakim meminta para saksi segera memasukan bukti-bukti yang dimiliki kepada kuasa hukumnya guna dipelajari sekaligus menjadi bahan pertimbangan majelis hakim untuk pembuktian pelanggaran yang terjadi.
Sebelumnya, majelis hakim memberikan kesempatan kepada kuasa hukum KPU sebagai termohon dan pasangan Louhenapessy-Latuconsina untuk menyampaikan tanggapan terkait dalil gugatan yang telah dibacakan dalam sidang perdana, Senin (14/5).
Termohon lewat kuasa hukumnya, Anthoni Hatane, Latif La Hane, Charles Litay, dan Ricke Hurilalal menyatakan seluruh gugatan yang disampaikan termohon tidak sesuai fakta yang ada dan meminta MK untuk menolak seluruh gugatannya.
Sedangkan, kuasa hukum pasangan Louhenapessy-Latuconsina yang dinominasi pengacara asal Jakarta membantah tuduhan yang dialamatkan lima pasangan calon melalui kuasa hukumnya.
Majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga Senin (20/7) mendatang untuk memberikan kesempatan bagi KPU Ambon mengajukan saksi-saksi guna menanggapi gugatan yang disampaikan pihak pemohon.
(T.KR-JA/B009)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011