Bangkok (ANTARA News) - Majelis nasional baru di Laos memilih kembali Presiden Choummaly Sayasone untuk masa jabatan lima tahun, Rabu, yang menandakan dilanjutkan status quo dalam salah satu dari negara-negara yang paling ketat diawasi.

Media pemerintah mengatakan parlemen yng beranggotakan 132 orang memberikan dukungan kepada Choummaly, 75 tahun untuk memimpin negara komunis itu, menyetujui satu-satuya kandidat yang diajukan politbiro dari Partai Revolusioner Rakyat yang memiliki kekuasaan besar itu.

Choummaly, mantan jendral bintang tiga mengatakan ia akan berusaha membawa bekas koloni Prancis itu keluar dari kemiskinan pada tahun 2020 dengan pertumbuhan ekonomi enam persen setahun, didorong oleh investasi asing.

Ekonomi Laos enam miliar dolar meningkat rata-rata 7.9 persen setahun dalam lima tahan belakangan ini. Negara yang kaya sumber alam itu mengharapkan akan menarik para investor dalam sektor energinya, pertambangan dan sektor-sektor perbankan dan mendaftar lebih banyak perusahaan negara dalam pasar bursa barunya untuk menariak modal yang banyak dibutuhkan.

Laos sedang mempromosikan dirinya sebagai "baterai Asia Tenggara" dan berencana akan membangun sejumlah pusat listrik tenaga air (PLTA) untuk meningkatkan delapan persen kekuatan listrik kawasan itu pada tahun 2025.

Para pengamat mengatakan proyek-proyek itu bertujuan untuk meningkatkan kekuatan regionalnya dan mengurangi ketergantungannya pada negara-negara tetangga.

Perusahaan-perusahaan China dan Thailand semakin aktif di Laos tetapi Vietnam yang sosialis memainkan peran politik yang berpengaruh dibelakang partai yang memerintah negara itu.

Terpilihnya kembali Choummaly diperkirakan reformsi mungkin dalam ekonom, dengan tidak ada tanda-tanda diakhirinya monopoli politik yang dipegang oleh partai yang berkuasa sejak "pembebasan nasional" tahun 1975 oleh kelompok revolusioner yang menggulingkan monarki.

Para pejabat tinggi Komite Sentral partai itu menyetujui jabatan-jabatan penting lainnya, Rabu, dengan Thongsing Thammavong tetap sebagai perdana menteri menyusul pengangkatan dia dalam satu perombakan kabinet Desember tahun lalu.

Bounnhang Vorachit dipilih kembali sebagai wakil presiden dan Pany Yathotu, salah satu dari beberapa wanita di pemerintah, tetap memegang jabatannya sebagai ketua mejelis itu, yang memiliki kekuasan kecil dan dianggap sebagai stempel karet bagi partai yang berkuasa.

(SYS/H-RN/H-AK)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011