Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian pasal 4 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan di Jakarta, Rabu.
Kuasa hukum Pemohon Ali Darma Utama, dalam persidangan mengatakan bahwa pemohon, Maskur Anang bin Kemas Anang Muhammad, menilai pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 khususnya pasal 27 ayat (1), Pasal 28 C ayat (2), pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28H ayat (4) dan Pasal 28I ayat (2).
Bunyi pasal 4 ayat (2) adalah: "Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi wewenang kepada pemerintah untuk (huruf b) menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan."
Sedangkan ayat (1) berbunyi: "Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."
Menurut Ali Darma, pemohon merasa dirugikan oleh berlakukanya ketentuan tersebut karena telah memberi keleluasaan kepada menteri kehutanan untuk menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan.
"Ketentuan yang demikian telah memberi peluang bagi menteri kehutanan untuk secara melanggar hukum melakukan manipulasi rekayasa alih fungsi atas areal tanah yang berada di luar kawasan hutan yang peruntukannya belum ditetapkan sebagai kawasan hutan menjadi hutan cadangan sebagaimana terjadi pada tanah perkebunan milik pemohon," katanya.
Ali Darma mengatakan bahwa perkebunan milik pemohon yang berada di kawasan budidaya pertanian oleh menteri kehutanan telah dialih fungsikan dan ditetapkan sebagai cadangan hutan tanaman industri (HTI).
"Kebijakan tersebut melanggar pasal 5 Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1990 bahwa menteri kehutanan tidak mempunyai kewenangan mencadangkan HTI pada kawasan budidaya pertanian," ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, kebijakaan tersebut sangat merugikan hak dan kewenangan konstitusional pemohon sebagaimana dijamin UUD 1945 terutama pasal pasal 27 ayat (1), Pasal 28 C ayat (2), pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28H ayat (4) dan Pasal 28I ayat (2).
Untuk itu, pemohon meminta MK menyatakan pasal 4 ayat (2) huruf b UU Kehutanan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Selain itu, lanjut Ali Darma, pemohon meminta MK menyatakan surat menteri nomor 1198/Menhut_IV/1997 tentang penambahan HTI PT Wira Karya Sakti Provinsi Jambi seluas 76.100 Ha, surat menteri kehutanan nomor 277/menhut-II/2004, surat menteri kehutanan nomor 346/Menhut-II/2004, surat menteri nomor nomor 421/Kpts-II/1999 yang merupakan implementasi pasal 4 ayat (2) huruf b UU Kehutanan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Menanggapi permohonan ini, Ketua Majelis panel Achmad Sodiki mengatakan jika kewenangan dalam pasal tersebut dicabut, lalu siapa yang berwenang menentukan apakah tetap pemerintah atau swasta.
Sodiki juga menyatakan permohonan yang diajukan justru mengarah surat keputusan yang dikeluarkan menteri kehutanan.
"Seharusnya argumentasinya difokuskan pada pasal yang diujikan, bukan implementasinya," kata Sodiki. Untuk itu majelis memberikan waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya.
(ANTARA/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011