Jakarta (ANTARA) - Konsensus Beijing adalah model pembangunan ekonomi China yang mulai dilembagakan pada masa Deng Xiaoping tak lama setelah Mao Zedong mangkat pada 1976.
Pendekatan ini telah membuat China mencapai "keajaiban ekonomi" yang ditandai dengan naik delapan kali lipatnya produk nasional bruto negara itu dalam kurun dua puluh tahun sejak model tersebut dikenalkan.
Frasa Konsensus Beijing yang dicetuskan pada 2004 atau tujuh tahun setelah Deng mangkat sebenarnya tidak dikenal di China.
Frasa ini dipopulerkan oleh Joshua Ramo, penulis non fiksi best seller Amerika Serikat yang juga kepala sebuah perusahaan konsultansi milik mantan menteri luar Henry Kissinger.
Ramo menyebut model pembangunan itu Konsensus Beijing karena menjadi alternatif untuk Konsensus Washington yang menjadi pendekatan pasar bebas seperti dipromosikan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.
Konsensus Beijing menjadi alternatif model bagi negara-negara berkembang yang tidak puas kepada asistensi ekonomi Barat.
Tetapi bukan berarti semua negara dunia ketiga menerapkan model ini. Sebaliknya, semua model pembangunan yang berlainan dengan Konsensus Washington dianggap merujuk Konsensus Beijing.
Konsensus Washington sendiri adalah dorongan reformasi ekonomi pasca tumbangnya komunisme internasional pada 1990-an di mana negara-negara pasca Soviet dipaksa bergerak cepat merangkul ekonomi pasar yang mengagungkan kepemilikan pribadi dan meniscayakan penyerahan hampir semua aspek ekonomi kepada mekanisme pasar.
Perubahan radikal ini kerap disebut "terapi kejut" yang diasosiasikan oleh penulis buku masyhur "The Shock Doctrine: The Rise of Disaster Capitalism" pada 2007, Naomi Klein, dengan teknik cuci otak dalam dunia militer.
Konsensus Washington sebagian besar bertolak belakang dengan model pembangunan China, termasuk dalam cara China mengalokasikan sumber dayanya ke luar negeri setelah menjadi kekuatan raksasa ekonomi dunia.
Meskipun berideologi komunisme yang biasanya mengharamkan kepemilikan swasta, China justru mendorong pertumbuhan swastanya guna menjadi salah satu ujung tombaknya di pasar global.
Tetapi berbeda dari Konsensus Washington, China juga membesarkan postur perusahaan milik negara kemudian justru dijadikan motor utama ekonomi pasarnya, hal yang tak dilakukan Barat.
Yang juga berbeda adalah bagaimana ekonomi ditautkan dengan aspek-aspek di luar ekonomi.
Kalau Konsensus Washington mengaitkan pembangunan ekonomi pasar dengan isu-isu demokratisasi, hak asasi manusia dan kepemilikan pribadi khususnya dalam konteks interaksi ekonomi antarnegara, maka Konsensus Beijing merupakan antitesis dari itu.
Lain dari itu, kalau Konsensus Washington mendorong ekonomi pasar yang menolak campur tangan negara, maka Konsensus Beijing justru meniscayakan intervensi pemerintah dalam hampir semua aspek ekonomi.
Ironisnya beberapa tahun sebelum dunia memasuki abad ke-21, China menjadi satu-satunya pihak yang menciptakan salah satu mukjizat pertumbuhan ekonomi terbesar sepanjang masa karena memutlakkan intervensi pemerintah.
Baca juga: Perekonomian China lanjutkan momentum pemulihan pada November
Baca juga: China luncurkan kebijakan untuk topang ekonomi industri
Selanjutnya : tak terlalu sering
Copyright © ANTARA 2022