Meretas kebuntuan putaran negosiasi Doha akan mendorong keyakinan akan sistem perdagangan dunia, yang membantu pertumbuhan Asia sebagai basis produksi global.
Jakarta (ANTARA News) - Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) berniat menerapkan "paket lebih kecil" dari Agenda Pembangunan Doha (Doha Development Agenda) yang dianggap paling erat terkait dengan penanganan isu pembangunan.
"Kami menyiapkan paket yang lebih kecil yang difokuskan pada isu-isu pembangunan. Tapi ini bukan untuk menggantikan paket dalam putaran Doha, kami hanya ingin melakukan urutan dari negosiasi. Jadi sambil menyelesaikan agenda utama, kami melakukan `panen awal` dengan mengimplementasikan sebagian dari agenda," kata Direktur Jenderal WTO Pascal Lamy di Jakarta, Selasa.
Paket lebih kecil tersebut, menurut dia, antara lain mencakup penerapan hal-hal sederhana terkait fasilitasi proses perdagangan dan aturan yang memudahkan kegiatan ekspor.
"Termasuk diantaranya penerapan aturan asal barang yang lebih sederhana, juga pengurangan faktor-faktor yang menghambat perdagangan," kata dia.
Implementasi dari sebagian "Agenda Pembangunan Doha" tersebut diperlukan untuk membuka jalan untuk mempercepat penyelesaian putaran perundingan Doha yang selama bertahun-tahun mandek.
"Meretas kebuntuan putaran negosiasi Doha akan mendorong keyakinan akan sistem perdagangan dunia, yang membantu pertumbuhan Asia sebagai basis produksi global. Kalau paket kesepakatan Doha yang komprehensif mengurangi hambatan perdagangan secara bermakna dan menguntungkan secara ekonomi, sebagian paket Doha dengan fokus kuat akan baik dilaksanakan pada akhir 2011 ini," kata Presiden Asian Development Bank (ADB) Haruhiko Kuroda.
Konferensi Tingkat Menteri ke-4 WTO di Doha pada 9-14 Nopember 2001 yang dihadiri oleh 142 negara anggota menghasilkan Deklarasi Menteri (Deklarasi Doha) yang menandai awal perundingan baru mengenai perdagangan jasa, produk pertanian, tarif industri, lingkungan, isu-isu implementasi, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), penyelesaian sengketa dan peraturan WTO.
Keputusan-keputusan yang dihasilkan konferensi itu dikenal dengan sebutan Agenda Pembangunan Doha karena memuat isu-isu pembangunan yang menjadi kepentingan negara-negara berkembang paling terbelakang (Least Developed Countries/LDCs).
Isu pembangunan yang dimaksud antara lain meliputi kerangka kerja kegiatan bantuan teknik WTO, program kerja bagi negara-negara terbelakang, dan program kerja untuk mengintegrasikan secara penuh negara-negara kecil ke dalam WTO.
Selain itu muncul pula isu mengenai "perlakuan khusus dan berbeda" (special and differential treatment) bagi negara berkembang, khususnya mengenai perdagangan produk pertanian yang penting bagi perekonomian negara berkembang dan terkait ketahanan pangan serta pembangunan pedesaan.
Dalam pertemuan selanjutnya di Cancun, Mexico, pada bulan November 2003, tidak dihasilkan Deklarasi yang rinci dan substantif karena tidak tercapai konsensus antara delegasi mengenai rancangan teks negosiasi sektor pertanian, akses pasar produk non pertanian (NAMA).
Perundingan untuk isu pertanian diwarnai dengan munculnya "joint paper" AS-Uni Eropa yang menghendaki penurunan tarif signifikan di negara berkembang, tetapi tidak menginginkan adanya pengurangan subsidi dan tidak secara tegas memuat komitmen untuk menurunkan tarif tertinggi (tariff peak) di negara maju.
Sebaliknya, negara berkembang yang tergabung dalam Group 20 menginginkan adanya penurunan subsidi domestik (domestik support) dan penghapusan subsidi ekspor pertanian di negara-negara maju, sebagaimana dimandatkan dalam Deklarasi Doha.
Sementara itu, kelompok negara-negara berkembang lainnya yang tergabung dalam Group 33 yang dimotori Indonesia dan Filipina mengajukan proposal yang menghendaki adanya pengecualian dari penurunan tarif, dan subsidi untuk Special Products (SPs) serta diberlakukannya Special Safeguard Mechanism (SSM) untuk negara-negara berkembang.
Setelah gagalnya KTM ke-5 WTO di Cancun, Meksiko, Sidang Dewan Umum WTO tanggal 1 Agustus 2004 berhasil menyepakati Keputusan Dewan Umum tentang Program Kerja Doha atau yang sering disebut sebagai Paket Juli.
Negara-negara anggota sepakat untuk melanjutkan perundingan putaran Doha dengan kerangka kerja yang jelas terutama untuk isu perundingan pertanian, akses pasar produk non-pertanian (NAMA), isu-isu pembangunan dan impelementasi, jasa, serta fasilitasi perdagangan dan penanganan isu Singapura lainnya.
KTM ke-6 WTO selanjutnya digelar di Hong Kong pada Desember 2005 dan menghasilkan Deklarasi Menteri mencakup tiga pilar di bidang pertanian. Pada pilar bantuan domestik (domestic support) disepakati jumlah range angka bagi pemotongan bantuan keseluruhan (overall support) dan bantuan yang mendistorsi perdagangan (AMS).
Negara berkembang tanpa komitmen AMS tidak harus mendapatkan pemotongan tarif dan bantuan keseluruhan (overall support). Pada pilar kompetisi ekspor (export competition) disepakati batas waktu penghapusan seluruh bentuk bantuan ekspor (export subsidies).
Selain itu, disepakati pendisiplinan State Trading Enterprises (STEs) dan bantuan pangan (food aid). Pada pilar akses pasar (market access) disepakati jumlah kisaran pemotongan tarif serta perincian konsep produk spesial (Special Products/SP) dan mekanisme tindak pengamanan khusus (Special Safeguard Mechanism/SSM).
Meski demikian, KTM Hong Kong tidak sepenuhnya berhasil karena akhirnya perundingan putaran Doha dihentikan pada Juli 2006 dan kembali gagal mencapai kesepakatan pada pertemuan di Jenewa, Juli 2008 ini.
Pertemuan tingkat menteri ketujuh itu sebenarnya bisa dianggap cukup berhasil bagi negara berkembang mengingat disepakatinya modalitas SP yaitu sebanyak 12 persen dari pos tarif dapat dikecualikan dari penurunan tarif.
(T.M035) (ANTARA)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011