Jakarta (ANTARA) - Mantan striker timnas Inggris dan Arsenal Ian Wright menuding media massa Eropa tidak sopan dan cenderung rasis kepada pemain-pemain Afrika yang bermain dalam liga-liga Eropa.
Wright yang kini menjadi komentator sepak bola untuk BBC juga menyayangkan liputan media untuk turnamen sebenua Afrika yang disebutnya alakadarnya yang berbeda 180 derajat dengan turnamen kontintenal EURO 2020 yang diadakan pertengahan tahun lalu.
"Apakah pernah ada turnamen lain yang lebih tidak dihargai ketimbang Piala Afrika?" tanya Wright dalam sebuah posting video dalam akun media sosialnya, seperti dikutip Reuters.
"Tak ada yang lebih membanggakan selain mewakili negara Anda. Tapi liputan turnamen ini sungguh diwarnai rasisme," sambung Wright.
Baca juga: Yves Bissouma akhirnya bisa perkuat Mali untuk Piala Afrika
Wright tidak sendirian. Manajer Crystal Palace Patrick Viera juga dibuat kesal oleh cara media dan kebanyakan orang memperlakukan turnamen yang aslinya bernama Africa Cup of Nations yang biasa disingkat AFCON itu.
Di tengah sikap setengah-setengah sejumlah klub Eropa yang terkesan enggan melepas pemainnya untuk membela negaranya dalam Piala Afrika, Vieira meminta rekan-rekannya sesama pelatih klub agar tidak menganggap Piala Afrika sebagai pengganggu, melainkan dianggap turnamen yang sangat penting bagi Afrika.
Vieira menilai Piala Afrika penting bagi benua itu dan harus diperlakukan sama seperti Piala Eropa atau EURO yang baru beberapa bulan lalu digelar di lebih dari 10 negara Eropa.
"Saya menghormati dan memahami hasrat serta pentingnya para pemain untuk pergi mewakili negaranya. Saya tak akan pernah menghentikan pemain mana pun untuk bertanding dalam Piala Afrika," kata Viera yang akan kehilangan Jordan Ayew, Cheikhou Kouyate dan Wilfried Zaha karena harus membela Ghana, Senegal dan Pantai Gading dalam turnamen benua hitam itu.
Para pemain asal Afrika sendiri juga merasa ada pandangan tidak pantas dari media dan sebagian kalangan di Eropa kepada mereka.
Baca juga: Osimhen masuk skuad Nigeria untuk Piala Afrika
Bahkan ada kesan turnamen yang akan mulai digelar Minggu 9 Januari nanti di Kamerun itu dianggap sebagai ajang yang tidak penting.
Salah satu pemain asal Afrika yang merasakan ada perlakuan miring itu adalah bintang Ajax Amsterdam, Sebastien Haller.
Mantan pemain West Ham yang masuk skuad Pantai Gading marah besar ketika ditanya media massa Belanda apakah dia bersedia membela negaranya dalam Piala Afrika.
"Pertanyaan ini menunjukkan sikap tidak hormat kepada Afrika," kata dia kepada surat kabar Belanda, De Telegraaf.
"Pernahkah pertanyaan seperti ini ditanyakan kepada pemain Eropa menjelang EURO? Tentu saja saya akan mengikuti Piala Afrika," sambung Haller. "Tentu saja saya akan ke Piala Afrika untuk mewakili Pantai Gading. Itu sebuah kehormatan terbesar."
Ancaman keamanan
Sebagaimana Piala Eropa dan kebanyakan turnamen olahraga lainnya, Piala Afrika dimundurkan karena pandemi COVID-19. Tadinya turnamen ini seharusnya diadakan pada 2021, namun kemudian dimundurkan ke 2022.
Namun setelah sepertinya bebas dari ancaman COVID-19, kini kekhawatiran berganti kepada ancaman keamanan dari kaum separatis dan ekstremis jihadis di Kamerun, khususnya di sebagian tempat yang menjadi tuan rumah pertandingan-pertandingan Piala Afrika.
Turnamen ini sendiri akan digelar di enam stadion di lima kota berbeda. Kelima kota itu adalah Douala, Garouda, Limbe, Bafoussam dan Yaounde yang merupakan ibukota Kamerun.
Baca juga: Konflik Kamerun bayang-bayangi Piala Afrika
Yang menjadi sorotan adalah Limbe di mana berlangsungnya pertandingan-pertandingan Grup F yang terdiri dari Tunisia, Mali, Mauritania dan Gambia. Sebenarnya bukan Limbe yang utama, melainkan Buea yang akan menjadi tempat berlatih keempat tim. Di Buea inilah yang menjadi titip api pemberontakan kaum separatis.
"Ancamannya sangat serius," kata Blaise Chamango, ketua sebuah LSM bernama Human Is Right di Buea seperti dilaporkan Reuters, seraya menunjuk ledakan yang terjadi di sebuah toko di Limbe.
Buea adalah ibukota Provinsi Barat Laut yang diamuk kekerasan akibat tuntutan pemisahan diri daerah yang berbahasa Inggris dari negara yang mayoritas penduduknya berbahasa Prancis itu.
Pada Oktober 2017 separatis berbahasa Inggris mendirikan "Republik Federal Ambazonia" yang meliputi wilayah bekas koloni Inggris yang bergabung dengan Kamerun begitu negara ini memerdekakan diri dari Prancis.
Konflik separatisme itu sudah merenggut 3.500 nyawa dan 700 ribuan orang mengungsi.
Presiden Kamerun Paul Biya sendiri sudah menjamin keamanan AFCON, tetapi tidak menjelaskan seperti apa jaminan keamanan yang bisa dia berikan.
Dan bukan hanya kaum separatis yang mengancam AFCON, karena masih ada ancaman kaum ekstremis seperti Boko Haram dan ISIS cabang Afrika Barat di bagian utara Kamerun.
Di daerah utara ini pula Grup D yang terdiri dari Mesir, Nigeria, Sudan dan Guinea Bissau, memainkan pertandingan-pertandingan mereka. Tetapi, mengutip kepala redaksi mingguan L'Oeil du Sahel, Guibai Gatama, kaum ekstremis kemungkinan kecil mengganggu AFCON karena laga-laga Grup D dimainkan jauh dari basis kaum ekstremis.
Bertabur bintang
Tetapi di luar itu semua, Piala Afrika sebenarnya turnamen yang kemilau oleh bintang-bintang sepak bola benua itu yang terutama bermain bersama klub-klub besar di Eropa, termasuk Liga Inggris.
Jika melihat pemain-pemain yang berkiprah, turnamen ini sebenarnya tak kalah mentereng dengan Piala Eropa atau Copa America.
Para pemain yang bakal berlaga di sini sudah termasuk pemain-pemain dari klub-klub hebat seperti Manchester City, Liverpool, Ajax Amsterdam, Paris Saint Germain, Real Madrid, Inter Milan, Napoli, dan banyak lagi.
Dalam skuad timnas Ghana yang empat kali menjuarai Piala Afrika ada Ayew Bersaudara, selain Thomas Partey yang bermain untuk Arsenal, dan lainnya, termasuk pemain muda Kamaldeen Sulemana yang memperkuat Rennes di Ligue 1 Prancis.
Pun demikian dengan Senegal. Di sini ada gelandang muda yang diincar pelatih Chelsea Antonio Conte, yakni Pape Matar Sarr yang saat ini bermain untuk Metz di Prancis. Selain tentunya ujung tombak Liverpool, Sadio Mane.
Baca juga: Mahrez kapteni Aljazair dalam putaran final Piala Afrika
Nigeria yang tiga kali menjuarai Piala Afrika juga konsisten menjadi salah satu tim bertabur bintang. Di antara yang bisa disebut dari tim ini adalah Samuel Chukwueze dari Crystal Palace, selain trio pemain muda Taiwo Awoniyi yang mantan pemain Liverpool dan kini memperkuat Union Berlin, Kelechi Iheanacho dan Francis Uzoho.
Pantai Gading juga begitu. Skuad ini memiliki Franck Kessie yang menjadi jantung kebangkitan AC Milan atau bisa juga bintang PSV Eindhoven, yakni Ibrahim Sangare, yang mengingatkan orang kepada Yaya Tourea atau Michael Essien. Pantai Gading juga masih memiliki bintang Ajax, Sebastien Haller.
Jangan tanya juara bertahan Aljazair. Salah satu tim Arab dalam Piala Afrika ini memiliki pemain-pemain seperti winger West Ham United Said Benrahma, bintang Man City Riyad Mahrez, dan banyak lagi. Pun demikian dengan Guinea yang memiliki pemain RB Leipzig Ilaix Moriba yang mantan pemain Barcelona atau Naby Keita dan Amadou Diawara.
Tuan rumah Kamerun yang lima kali juara Afrika juga demikian. Negara ini memiliki bakat-bakat seperti Vincent Aboubakar dan Karl Toko Ekambi, serta banyak lagi.
Negara-negara lain yang pernah menjuarai turnamen ini seperti Mali dan Burkina Faso juga memiliki bintang-bintangnya sendiri yang malang melintang di Eropa termasuk pemain Leipzig Amadou Haidara, pemain Bayer Leverkusen Edmond Tapsoba dan pemain Aston Villa Bertrand Traore, sedangkan Gambia memiliki pemain AS Roma Ebrima Darboe.
Maroko dan Tunisia yang sama-sama pernah sekali menjuarai turnamen ini juga sama atraktifnya. Dalam skuad Tunisia ada pemain Cologne Ellyes Skhiri, bintang muda Manchester United Hannibal Mejbri atau pemain Arsenal Omar Rekik, sedangkan Maroko memiliki bek Paris Saint Germain Achraf Hakimi.
Jangan lupakan pula Mesir yang paling sering menjuarai Piala Afrika, tujuh kali. Mesir memiliki pemain-pemain eksplosif seperti bintang Liverpool Mohamed Salah, gelandang Arsenal Mohamed Elneny, dan pemain tengah Aston Villa Mahmoud Trezeguet.
Dengan bintang-bintang sekaliber itu, turnamen yang akan kickoff Minggu 9 Januari lusa ketika tuan rumah Kamerun bertemu dengan Burkina Faso sampai Minggu 6 Februari mendatang itu layak sekali untuk diikuti dan ditonton.
Baca juga: Kualifikasi Piala Afrika 2021 juga terdampak pandemik COVID-19
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2022