Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Amanat Nasional Viva Yoga Mauladi
mengatakan, tingginya angka Parliementary Threshold (PT) yang berakibat berkurangnya jumlah partai politik tak menjamin akan terciptanya pemerintahan yang efektif dan stabil.

"Asumsi ini tidak sepenuhnya benar. Parliementary threshold (PT) atau ambang batas itu bertujuan untuk memperkuat sistem kepartaian karena partai sebagai pilar demokrasi dan sebagai pseudo state. Adanya sistem kepartaian yang kuat akan melahirkan demokrasi yang sehat, sehingga memperkuat nation state kita. Efektivitas dan stabilitas pemerintahan presidensial tidak ditentukan," kata Viva kepada antaranews.com, Jakarta, Selasa.

Anggota Baleg DPR RI itu menyebutkan, parpol adalah representasi dari kondisi struktur sosial masyarakat yang majemuk, beragam agama, suku, adat, kepentingan, golongan. Kebhinekaan nilai primordial inilah yang menjadi tali pengikat persatuan Indonesia. Kalau ruangannya dipersempit maka jelas akan mematikan demokrasi dan pluralisme.

"Jangan sampai ada persepsi masyarakat bahwa parpol besar akan menghilangkan nilai kebhinekaan atau menutup proses regenerasi parpol lain karena pemberlakuan nilai PT 5%. Bagaimana mungkin parpol-parpol baru sanggup berkembang bila langsung dimatikan melalui PT," ungkapnya.

Ia juga menyatakan, nilai PT yang ideal bagi bangsa Indonesia tidak ada di buku teori. Tapi harus memperhatikan prinsip pluralisme, kebhinekaan, regenerasi, dan menciptakan pemilu yang berkualitas ditentukan oleh jumlah parpol, tetapi ditentukan oleh perbedaan ekstrim ideologi politik parpol. Misalnya parpol yang berideologi agama versuss komunisme.

"Efektifitas dan stabilitas pemerintahan presidensial juga ditentukan oleh leadership yang kuat. Tanpa itu maka pemerintahan akan rapuh dan bad goverment," kata Viva.

Justru dengan pemberlakuan nilai PT yang tinggi akan berakibat negatif buat bangsa dan negara karena akan banyak suara sah hasil pemilu yang hilang. Ia menyebutkan, Pemilu 2009 yang menerapkan 2,5%, suara sah, yang hilang 18% suara nasional atau setara dengan 18 juta suara.

"Kalau diterapkan 5% maka suara sah hilang sekitar 32% (32 juta suara). Suara hilang tidak akan dapat dikonversikan menjadi kursi sehingga menurunkan tingkat representasi rakyat di pemilu. Suara sah yang hilang itu belum termasuk suara yang tidak sah karena kesalahan pencontrengan. Ini menghilangkan nilai pluralisme karena parpol adalah representasi," kata Viva.
(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011