Jakarta (ANTARA) - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU)
DKI Jakarta meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit memerintahkan jajarannya untuk segera menangkap Ferdinand Hutahaean atas cuitannya yang dianggap telah menyebarkan ujaran yang menyinggung SARA.

"Saya sebagai Bendahara PWNU DKI meminta polisi untuk segara tangkap Ferdinand demi ketenangan bangsa," kata Bendahara PWNU DKI Mohammad Taufik dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Wakil DPRD DKI Jakarta itu mengungkapkan, alasan Ferdinand harus segera ditangkap untuk memberi pelajaran agar yang bersangkutan tidak bisa dibiarkan atau seenaknya mencuit mengenai ketuhanan.

Taufik menceritakan sejak kecil dirinya mengaji di kampung halamannya di Banten bahwa tidak ada Tuhan lemah. Bahkan ini berlaku bagi semua agama.

"Dalam Islam itu saya meyakini bahwa Allah memiliki sifat Al-Qawiyyu (Maha Kuat), Al-Aziz (Maha Perkasa), Al Jabbar memiliki (Mutlak) Kegagahan," katanya.

"Saya ini belajar sama kiai kampung. Jadi janganlah, buat kegaduhan yang bisa berujung benturan," tutur dia.

Baca juga: Polri menaikkan status perkara Ferdinan Hutahaean ke penyidikan
Baca juga: KNPI sebut Ferdinand Hutahaean tidak Pancasilais

Taufik menambahkan, pernyataan Ferdinand menyakiti dan merusak harmonisasi antarumat beragama.

"Kita ini kan harus selalu menjaga antarpemeluk agama agar tak menyakiti atau mencederai keyakinan masing-masing. Jadi, cuitan-cuitan di media sosial itu sangat disayangkan membuat gaduh. Jangan seperti itu," katanya.

Terkait dengan adanya klarifikasi Ferdinand, dia menilai haknya untuk membela diri. Namun ada jejak digital sebagai bukti otentik tak bisa disangkal.

"Silakan membela diri. Haknya untuk klarifikasi. Kan, videonya meminta maaf. Sebagai umat Islam ya maafkan. Tapi, itu tidak untuk hukum yang harus berjalan dan harus ada efek jera," ujar dia.
Baca juga: Polri sebut ujaran Ferdinand Hutahaean berpotensi timbulkan keonaran
Baca juga: Bareskrim Polri proses laporan ujaran SARA Ferdinand Hutahaean

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022