Dalam seminar yang dibuka oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik itu, Yusak, menjadi pembicara bersama Darriddh Ok dari Kamboja, Sietske Grass-Dijkstra dari Belanda, dan Patricia Barnett dari Inggris.
"Saya lebih banyak memberikan best practices kepada para peserta seminar tentang program-program SPH (Surabaya Plaza Hotel) yang telah dilakukan khususnya berkaitan dengan Tourism Ethics," kata Yusak dalam siaran persnya, Senin.
Dari sekian banyak program yang dipaparkan, menurut Yusak, para peserta ternyata lebih banyak yang tertarik dengan penerapan program anti korupsi dan anti rokok yang dijalankan SPH.
"Mereka terheran-heran bagaimana SPH bisa menerapkan kedua program tersebut di Indonesia tanpa kehilangan bisnis. Beberapa peserta bahkan ingin mengundang saya ke negara mereka agar dapat menerapkan program yang sama," kata Yusak.
Dalam forum itu Yusak membawakan materi berjudul "Tourism Ethics as a Competitive Advantage at Surabaya Plaza Hotel".
Yusak juga menekankan bahwa seberapa bagus kode etik yang didesain, dibuatkan aturan, dan disosialisasikan, bila tidak ada yang bisa menstransformasikan dalam bahasa bisnis, niscaya kode etik itu tidak dapat berjalan dengan baik.
"Pada dasarnya, pelaku bisnis (perusahaan) memiliki tiga tanggung jawab (responsibility) yaitu profit responsibility, social responsibility, dan stakeholder responsibility, dan apa pun alasannya untuk perusahaan swasta profit responsibility tetap yang nomor satu," katanya.
Seminar yang diikuti 160 perwakilan dari negara Asia dan Pasifik itu merupakan kelanjutan dari the 9th World Committee on Tourism Ethics (WCTE) di Mesir tahun lalu yang juga menetapkan Indonesia sebagai tuan rumah WCTE ke-10 tahun ini.
Kegiatan itu juga dihadiri Ketua WCTE Dawid de Villiers dan Sekjen WCTE Taleb Rifai.
(S026/B010)
Pewarta: Suryanto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011