Proyeksi perubahan iklim di Indonesia bisa dikatakan agak kurang baik karena perubahan global akan berimplikasi juga ke IndonesiaJakarta (ANTARA) - Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) /Bappenas Medrilzam mengatakan bahwa Indonesia bisa mengalami kerugian sampai Rp544 triliun hingga 2024 akibat perubahan iklim.
"Proyeksi perubahan iklim di Indonesia bisa dikatakan agak kurang baik karena perubahan global akan berimplikasi juga ke Indonesia," kata Medrilzam dalam webinar "Transisi Ekonomi Hijau", Kamis.
Medrilzam mencontohkan peningkatan suhu bumi dapat menyebabkan gelombang tinggi yang membuat masyarakat di pesisir pantai rentan mengalami bencana.
Di samping itu, perubahan suhu bumi juga dapat menyebabkan cuaca ekstrem, baik hujan maupun kekeringan ekstrem yang dapat menyebabkan banjir, longsor, dan kebakaran hutan.
"Ini tentu akan berdampak pada produktivitas sektor terkait seperti pertanian dalam produksi padi yang akan menurun, dan lainnya," ujar Medrilzam.
Dalam paparannya, ia mengatakan bahwa dampak perubahan iklim bagi sektor pertanian berpotensi menimbulkan kerugian hingga Rp78 triliun di 2024.
Sementara itu, dampak perubahan iklim bagi sektor kelautan di pesisir pantai akan mencapai Rp408 triliun di 2024, dimana kerugian diperkirakan disebabkan oleh badai La Nina yang berdampak tinggi dalam lima tahun terakhir.
Sektor perairan juga diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp24 triliun di 2024 akibat perubahan iklim, sementara sektor kesehatan diperkirakan akan mengalami kerugian Rp31 triliun.
"Catatan dalam teman-teman BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), hampir 99% di 2020 bencana alam yang terjadi di Indonesia terkait dengan hidrometeorologi (faktor alam). Bencana lain seperti tektonik, vulkanik itu kecil," pungkasnya.
Baca juga: BKF: Indonesia perlu Rp300 triliun untuk tangani perubahan iklim
Baca juga: IFRC: 57 Juta jiwa di seluruh Asia Pasifik terdampak bencana iklim
Baca juga: Indonesia menuju "net sink" karbon sektor FoLU 2030
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022