Jakarta (ANTARA News) - Rupiah melemah menjadi Rp9.475/9.485 terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, Selasa pagi, atau merosot sebesar 105 poin dibandingkan dengan penutupan Senin pada posisi Rp9.370/9.475. "Melemahnya rupiah akibat membaiknya dolar AS di pasar regional, juga didukung oleh berlanjutnya aksi lepas rupiah, sehingga mata uang lokal itu terkoreksi cukup tajam," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega, Kostaman Thayib di Jakarta, Selasa. Menurut dia, kenaikan dolar AS juga terpicu oleh menguatnya harga minyak mentah dunia untuk Brent Laut Utara di London yang naik sebesar 27 sen menjadi 63,45 dolar AS per barel dan pada hari sebelumnya naik 58 sen dolar AS, serta Light Sweet di pasar New York naik 86 sen menjadi 64,78 dolar AS per barel. Namun demikian, kenaikan dolar AS di pasar regional tidak besar, karena pelaku masih ragu-ragu untuk masuk pasar, mereka masih mengamati kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed), katanya. Dolar AS terhadap yen naik 0,2 persen menjadi 114,91 dan terhadap euro menjadi 1,2110, ujarnya. Ditanya mengenai rupiah yang kembali merosot, Kostaman mengatakan karena aksi lepas rupiah masih berlanjut, setelah pada penutupan kemarin agak menguat. Ada beberapa faktor yang bisa mendorong rupiah itu naik atau turun, seperti akibat jeratan pasar seperti hasil ekspor maupun impor, aliran dana asing, inflasi dan tingkat suku bunga, katanya. Kenaikan rupiah beberapa waktu lalu yang hampir menyentuh level Rp9.300 per dolar AS, bukan karena faktor fundamental, melainkan melemahnya dolar AS terhadap mata uang regional, namun faktor suplai dan demand masih tetap memegang faktor perubahan harga tersebut. Namun rupiah kini mulai terpuruk hingga mendekati level Rp9.500 per dolar AS, karena aksi lepas masih berlanjut, sekalipun investor asing masih ragu-ragu untuk memasuki pasar lebih jauh, tuturnya. "Kami memperkirakan rupiah akan tetap melemah hingga pada penutupan sesi sore, karena tekanan negatif terhadap rupiah makin meningkat," katanya. Mengenai pasar, Kostaman mengemukakan pasar didominasi aksi lepas rupiah, karena pelaku ragu-ragu memegang rupiah agak lama, apalagi Indonesia pada tiga bulan mendatang harus membayar utang kepada kreditor yang sudah jatuh tempo. "Kami mengharapkan Bank Indonesia (BI) bisa mengatasi masalah ini dengan melakukan operasi pasar terbuka, sehingga keterpurukan itu bisa di atasi," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006