Jakarta (ANTARA News) - Sejak berita akan hadirnya majalah franchise Playboy Indonesia muncul awal Januari, berbagai komentar bermunculan dan rata-rata menolak eksistensi majalah yang ditujukan untuk pria tersebut. Salah satu penolakan itu datang dari Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (Perhimpunan MTP), lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang advokasi masyarakat mengenai bahaya pornografi. "Kami dari Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi menyatakan sikap menolak kehadiran Playboy Indonesia," demikian ketua Perhimpunan MTP, Azimah Soebagijo, dalam surat protes yang salinannya diterima ANTARA di Jakarta, Selasa. Dalam surat itu, Perhimpunan MTP menyebut bahwa bagi mereka, citra majalah Playboy selama ini yang kental dengan pelanggengan seks ditampilkan di ruang publik jelas merupakan pornografi. "Dan pornografi adalah sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan," sebut Azimah dalam surat itu. Pornografi dianggap sebagai sebuah kejahatan karena merusak institusi keluarga, mengancam kesehatan reproduksi dan seksual anak-anak dan remaja serta merusak citra dan martabat perempuan. Majalah Playboy Indonesia akan diterbitkan oleh Grup Properti Procon Indah yang membeli lisensinya dan direncanakan penerbitan perdananya akan dilakukan bulan Maret. Dalam surat pernyataannya, Perhimpunan MTP mendesak aparat hukum yaitu Kejaksaan dan Kepolisian agar bertindak tegas mencegah hadirnya Playboy Indonesia serta menertibkan media-media pornografis lainnya dan memberi sanksi hukum yang keras. Selain itu, Perhimpunan MTP juga mendesak Dewan Pers untuk menindak tegas pelaku penerbitan pers yang dianggap telah secara terang-terangan melanggar UU No.40/1999 tentang Pers dan Kode Etik Wartawan Indonesia. Begitu juga dengan pembahasan RUU Antipornografi, Perhimpunan MTP mendesak agar Panitia Khusus DPR dan Tim Perumus Antar Departemen agar lebih serius dalam membahas RUU tersebut. "Agar praktek-praktek bisnis media yang jelas-jelas pornografis dapat dijerat dengan sanksi hukum yang bisa menimbulkan efek jera," kata Azimah. Beberapa kritik juga datang dari pihak lain, misalnya Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), Fraksi PDI Perjuangan, Ketua PB Nahdatul Ulama (NU) KH Masdar Farid Masudi, Wakil Sekjen DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah, Sekretaris Umum Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ) Theophilus Bela, Front Pembela Islam (FPI) serta Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Pemerintah seharusnya bertindak, melarang terbitan-terbitan semacam itu, karena jika tidak hanya akan menimbulkan gejolak di masyarakat dan bisa memancing ke arah anarkis dari umat yang menolak," kata Ketua MUI, Ma`ruf Amin, di Jakarta, Senin (16/1). (*)
Copyright © ANTARA 2006